Matikan TV di Rumah Anda (Bagian II-terakhir)

Oleh Shahnaz Haque



Selain berakibat buruk terhadap kondisi psikis anak, menonton televisi dalam waktu lama juga berdampak negatif terhadap keadaan fisik anak. Berikut adalah dampak-dampak negatif itu:



Mengganggu Fisik

Sering menonton TV akan mengganggu gerakan otot mata anak. Mata terbiasa melihat lurus dan tidak bisa bergerak-gerak layaknya saat membaca buku. Selain mengganggu otot mata, menonton juga mengakibatkan metabolisme tubuh terganggu karena anak cenderung pasif.



Memicu Obesitas

Kurangnya aktivitas dan ditambah kebiasaan makan camilan, anak bisa menjadi gemuk. Di Amerika Serikat dikenal sindrome Couch Potato karena makanan camilan adalah junk food. Dalam publikasinya tanggal 21 Januari 2002, Reuter menyebutkan bahwa menonton TV mempengaruhi jumlah makanan yang dikonsumsi anak.
William Dietz, direktur divisi nutrisi Center for Disease Control and Prevention (CDC) menunjukkan, 25 persen makanan masuk ke mulut anak pada saat nonton TV. Kebiasaan itu, menurutnya, berlangsung seiring dengan peningkatan jumlah pengidap obesitas di wilayah itu.



Mengganggu Tidur

Knights of Columbus Development Centre, Saint Louis, Amerika Serikat menyebutkan bahwa anak-anak yang kelamaan menonton TV akan mengalami tidur yang tidak nyenyak dan sering mengigau bahkan terbangun di malam hari. Penelitian terhadap 402 orangtua yang mewakili 495 anak berusia antara 4 dan 10 tahun membuktikan, umumnya para bocah menonton TV, termasuk video, selama 3 jam sehari. Sebagian besar menonton TV sepulang sekolah.

Besarnya minat anak-anak menonton TV, menurut Dr. Judith Owens dari Bagian Psikiatri Anak dan Keluarga, RS Anak Hasbro Providence, Rhode Island, AS ditunjukkan dengan data sebagai berikut: lebih dari 76 persen anak TK menganggap menonton TV sebagai bagian kehidupan mereka sebelum tidur. Sebanyak 26 persen di antara responden memiliki TV di kamar tidurnya. Sedangkan sisanya menonton TV di ruang tamu atau ruang keluarga sampai tertidur di sofa.

Hasilnya, sekitar 40 persen dari mereka mengalami masalah tidur. Di antaranya malas beranjak ke tempat tidur walaupun waktu tidur sudah tiba. Sedangkan 15,6 persen responden merasa kurang tidur selama 2 malam dalam sepekan.

Menciptakn Generasi Hedonis

Karakter TV yang serba cepat dan baru, berimbas kepada nalar penonton yang menjadi pasarnya. Mereka menjadi konsumtif, karena hanya berposisi sebagai ”pembeli” bukan ”pembuat”. Pembeli hanyalah objek, target sasaran. Dia ditentukan dan bukan menentukan. Apa buruknya? Bahaya terbesar dari hal itu adalah munculnya generasi yang tidak memiliki karakter kemandirian. Generasi seperti ini adalah anak-anak zaman yang tidak memiliki ketahanan budaya dan tanpa identitas. Ia tidak mengenali lingkungannya karena hidup dianggap berpusat pada dirinya, memburu kesenangan pribadi .



Jenis Acara TV Berbahaya

Acara apa sajakah yang perlu diwaspadai orangtua?Banyak pakar media dan psikolog Dra Rose Mini mengidentifikasi, acara berikut layak diwaspadai:

Film Kartun, karena bisa membuat anak menjadi salah mengerti. Adegan kekerasan yang muncul dan terjadi seperti normal saja bisa ditiru anak-anak.

Sinetron dan Telenovela. Gaya hidup yang glamour membuat orangtua kesulitan menjelaskan pada anak mengenai semua hal yang sangat berbeda dengan adat di tempatnya.

Film Laga. Bagian ini sangat jelas, karena tokohnya manusia nyata dan sangat mudah ditiru. Banyak kasus yang menunjukkan adanya tindak kriminal anak-anak karena mereka menonton film di TV atau video.

Film Horor. Dampak nyata adalah ketakutan yang muncul setelah anak melihat film yang mengerikan. Sulit tidur karena membayangkan sesuatu yang menurut mereka menyeramkan. Akibatnya, bisa saja anak menjadi penakut.

Iklan. Orang dewasa saja mudah terpengaruh iklan sehingga gaya hidup konsumtif menjadi gejala umum, apalagi anak-anak.



Solusi dan Penyiasatan

Lalu, masih adakah sisa ruang untuk menghindarkan anak dari efek negatif televisi? Ada. Orangtua harus menyortir acara TV yang dapat ditonton oleh putra-putrinya, meski ini akan menjadi sulit bila anak dibiarkan memegang remote sendirian di kamarnya.

Dari sisi kesehatan, Dr. Vidyapati Mangunkusumo, spesialis mata dari Jakarta Eye Center menyarankan untuk menonton dalam posisi duduk. Alasannya, tidak ada penyakit yang muncul karena TV selain capai dan lelah pada mata. Kelelahan terutama dikarenakan posisi tubuh saat melihat TV tidak ergonomis. Kalau hendak menonton TV harus pada jarak minimal 2,5 kali lebar diagonal layar. Kalau lebar diagonal layar 50 cm, maka kita harus menonton pada jarak 2, 25 meter. Aturan ini berlaku untuk semua orang.

Sistem Pengasuhan. Tidak mengandalkan televisi untuk mengasuh anak. Anak sebaiknya diberi rangsangan kreatif untuk melatih otak, emosi, pikiran, dan motoriknya. Menurut Dr. Sudiyanto Darnosubroto, ahli kesehatan anak pada Fakultas Kedokteran UI, sebaiknya sebagian besar waktu anak tercurah untuk kegiatan fisik seperti bermain, berolahraga, dan belajar. Kegiatan-kegiatan tersebut secara teoritis bisa memberikan rangsangan pada pertumbuhan emosi, budi pekerti, dan intelektual.
Kalau pun televisi dianggap berperan terhadap pengetahuan anak, itu tergantung isi siarannya.

Menurut Sudiyanto, jangan jadikan televisi sebagai alat yang membuat anak betah di rumah. Banyak orangtua merelakan anak-anaknya memelototi televisi seharian daripada berpanas-panas bersama temannya di luar rumah. Salah satu cara membuat anak tidak fanatik dengan televisi bukan menghindari televisi, tetapi mengalihkan minat anak pada hal lain yang lebih menarik namun positif. Mary Leonhardt, penulis buku Parents Who Love Readings, menyebutkan bahwa membaca buku semacam novel-novel sederhana merupakan hal positif yang bisa dijadikan alternatif untuk mengalihkan minat anak yang terlalu besar pada TV.

Dengan membaca, anak diajak untuk mengembangkan imajinasi karena buku tidak menampilkan visualisasi yang sudah matang. Dengan membaca, anak diajak mendalami perasaan dan gairah yang dimunculkan penulis terhadap tokoh. Dengan membaca, kekerasan yang bisa saja muncul dalam novel dapat dilihat dari sisi lain. Mereka bisa belajar untuk menempatkan dirinya pada tokoh jahat yang diperankan, dan merasakan sendiri betapa berbuat tidak baik tidak membahagiakan.

Comments :

0 komentar to “Matikan TV di Rumah Anda (Bagian II-terakhir)”

Posting Komentar

Saran, kritik dan komentar anda akan sangat membantu kami dalam mengembangkan web blog ini. Terimakasih

 

koleksi

koleksi

Redaksi

Ketua Pengarah: M. Arif Junaidi. Penanggungjawab: Syarif Thayib (Ketua Yayasan Al Madinah).
­Redaktur Ahli: dr. Muhammad Thohir, Sp.Kj., Ahmad Faiz Zainuddin, S.Psi, Masuki M. Astro, Siti Raudlatul Jannah, S.Ag . Pemimpin Umum: Izzuddin Al Anshary. Pemimpin Redaksi: M. Syafiq Syeirozi. Redaktur Pelaksana: A. Suud Fuadi. Dewan Redaksi: Helmi Jauhari, A. Fathul Hudi. Distributor: Syafi’uddin. Kontributor Edisi ini: Aura Azzahra. Desain/Layout: Abd. Rokhman
Alamat Redaksi: Grha Aitam, Jl. Bratang Binangun IX/25-27 Surabaya. Telepon/Faksimile: (031) 5019424 / 5022212. ­E-Mail: redaksimadinah@yahoo.com. Web Blog: majalah-madinah.blogspot.com