Ampunan Allah Terbentang Luas

Terkadang ada orang yang ragu mau bertaubat setelah berbuat dosa besar. Kesadaran untuk memperbaiki diri sudah muncul dari lubuk hati, tetapi dia khawatir, apakah kesalahannya yang menggunung bisa diampuni oleh Allah Swt? Ujung-ujungnya ia dilanda kecemasan terus-menerus. Bahkan yang lebih parah, karena pesimisme dan buruk sangka (tidak mungkin diampuni), kepalang basah ia kembali menjerumuskan diri pada jurang kemaksiatan.

Beberapa hari yang lalu, seorang pemuda bercerita perihal temannya. Inti cerita, sang teman merasa gelisah karena telah berbuat dosa besar yaitu mengingkari janji kepada Allah. Hal itu dipicu perbuatannya sendiri empat tahun silam. Akibat pergaulan dia mencandu obat-obatan terlarang. Tidak cuma itu ia juga menganut pola pergaulan bebas hingga kerap bergonta-ganti pasangan.

Setelah dua bulan lebih bergumul dengan kenikmatan semu, sang teman insaf bahwa perilakunya adalah dosa besar. Sejak itu ia berjanji kepada Allah untuk bertaubat dan tidak mengulangi perbuatan-perbuatan nista itu. Namun janji tinggal lah janji. Ia kembali terjerembab ke dalam tindakan-tindakan negatif itu, bahkan lebih intensif. Namun ia kembali tersadar setelah empat bulan, dan kali ini ia betul-betul serius..

Namun kegelisahan lantas menerpanya. Ia cemas lantaran telah berbuat dosa besar yaitu mengingkari janji yang diikrarkan kepada Allah. Saking gelisahnya, ia kerap susah tidur hingga pekerjaannya kacau balau. Untuk menyembuhkan sindrom itu, oleh psikiater dirinya diberi obat penenang dosis tinggi. Setelah dia meminum obat, ia merasa tenang dan bisa tidur nyenyak. Masalahnya, ia justru tergantung dengan obat. Tanpa obat dia tetap gelisah dan susah tidur.

Saya memandang, orang tersebut mengalami perasaan berdosa (guity feeling) yang sangat mendalam. Obat penenang itu hanya mengobati gejalanya, yaitu kegelisahan akibat perbuatannya. Sedangkan akar masalahnya belum bisa tersentuh. Untuk itu pendekatan spiritual sangat mujarab untuk menyembuhkannya dari perasaan cemas yang tidak karuan itu.

Sebagian orang terkadang mengukur kasih sayang Allah dengan paradigma manusia. Jika seorang anak buah melakukan kesalahan besar dalam pekerjaannya, hampir pasti sang bos akan memanggil yang bersangkutan untuk dimarahi sejadi-jadinya, dan dihukum. Apakah Allah seperti itu? Mustahil.

Seberapa pun besarnya dosa yang diperbuat hamba-Nya, Allah tetap memanggilnya dengan penuh kasih. “Katakanlah: Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni semua dosa. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Qs. Al Zumar: 53). Ibarat ibu yang mencintai anaknya dan bijaksana dalam mendidiknya, ketika anaknya nakal, maka ia tetap akan memanggil anaknya dengan penuh kasih. Bukan untuk disabeti, tetapi diberi hadiah, permen atau apa. Baru setelah itu dinasehati.

Salah satu hal yang sering dilakukan oleh manusia adalah berprasangka negatif kepada Allah. “Ya Allah kok saya sial terus.” Padahal di balik ketidakberuntungannya, Allah pasti memberikan rahmat-Nya dalam bentuk lain, hanya kadang manusia tidak menyadarinya. Demikian pula dalam kasus di atas, ia tidak yakin bahkan seperti pesimis dosanya terampuni. Padahal Allah di dalam al Quran berulangkali berjanji bahwa semua dosa bisa diampuni. Hanya satu yang tidak termaafkan yaitu syirik.

Terdapat lebih dari 170 kali Allah menegaskan diri-Nya sebagai Maha Pengampun terhadap hamba-Nya. Hal itu diulang dalam berbagai bentuk kalimat agar manusia yakin bahwa seberapa pun tinggi tumpukkan dosanya, pasti akan dimaafkan asal bersungguh-sungguh dalam bertaubat.

Orang berbuat salah itu manusiawi, dan Allah maha luas ampunan-Nya. Tuhan memberikan kemudahan bagi hamba-Nya; baca istighfar, lakukan shalat, cukup untuk bisa meraih pemaafan Allah. Penjahat kelas kakap sekalipun, jika dia betul-betul ingin bertaubat, maka ketuklah pintu Tuhan pasti akan dibuka. Tidak mungkin Allah menolaknya, sebaliknya Dia akan memberimu hadiah yaitu ampunan. Itu paradigama yang digariskan oleh Allah.

Jika manusia senantiasa berbaik sangka terhadap Allah, saya jamin dia tak akan pernah merasa gelisah dalam hidupnya.

Comments :

1
Anonim mengatakan...
on 

Saya sedang merasakan masalah itu.. Pencerahan ini sgt membantu.. Terimakasih

Posting Komentar

Saran, kritik dan komentar anda akan sangat membantu kami dalam mengembangkan web blog ini. Terimakasih

 

koleksi

koleksi

Redaksi

Ketua Pengarah: M. Arif Junaidi. Penanggungjawab: Syarif Thayib (Ketua Yayasan Al Madinah).
­Redaktur Ahli: dr. Muhammad Thohir, Sp.Kj., Ahmad Faiz Zainuddin, S.Psi, Masuki M. Astro, Siti Raudlatul Jannah, S.Ag . Pemimpin Umum: Izzuddin Al Anshary. Pemimpin Redaksi: M. Syafiq Syeirozi. Redaktur Pelaksana: A. Suud Fuadi. Dewan Redaksi: Helmi Jauhari, A. Fathul Hudi. Distributor: Syafi’uddin. Kontributor Edisi ini: Aura Azzahra. Desain/Layout: Abd. Rokhman
Alamat Redaksi: Grha Aitam, Jl. Bratang Binangun IX/25-27 Surabaya. Telepon/Faksimile: (031) 5019424 / 5022212. ­E-Mail: redaksimadinah@yahoo.com. Web Blog: majalah-madinah.blogspot.com