Olivia Lum, “Yatim” Milyuner


Hyflux Ltd. dan Olivia Lum. Dua nama itu menjadi sorotan Forbes, majalah bisnis dan finansial di Amerika Serikat, pada September 2007 silam. Apa istimewanya? Hyflux adalah perusahaan pengolahan air mineral terbesar di Asia Tenggara yang sudah merambah Cina, India dan Timur Tengah. Dalam kurun 8 tahun terakhir, pendapatan perusahaan mencapai US$ 53 juta. Pada tahun 2007, pendapatan ditaksir mendekati US$ 180 juta. Adapun Lum, CEO dan Presiden perusahaan itu, merupakan satu-satunya perempuan yang berada dalam daftar orang terkaya dunia versi Forbes, sekaligus yang termuda. Lebih dari itu Olivia Lum, perempuan empat puluh lima tahun itu ternyata “yatim” karena ia tidak pernah mengenal orang tua biologisnya hingga kini.

Menilik latarbelakangnya. Barangkali tak seorang pun berani memprediksi, apalagi menjamin perjalanan hidup Lum. Ia ditinggalkan (baca: ditelantarkan) orangtuanya saat masih bayi merah di sebuah rumah sakit di Malaysia pada tahun 1960. Hingga kini ia tak punya petunjuk siapa orang tua aslinya. Lum diadopsi seorang janda miskin berusia 63 tahun —yang lantas dipanggilnya nenek— yang punya kebiasaan buruk; berjudi. Bersama empat anak adopsi lainnya, Lum tingal di rumah sederhana yang kerap kebanjiran jika hujan deras mengguyur.

Lum pernah menceritakan pengalaman getir masa kecilnya kepada China Post, edisi 7 Oktober 2007, “Setiap pagi, ketika bangun, saya mendengar orang menangis, menggerutu, dan berkelahi karena kemiskinan.” Bagi sebagian orang, situasi yang jelek tersebut, boleh jadi memicu rasa putus asa hingga mendorong pada situasi yang lebih negatif lagi, kriminalitas misalnya. Namun, Lum punya hasrat kuat untuk memperbaiki nasibnya. Dan ia percaya, pendidikan menjadi jalan keluar dari lorong kegelapan sekaligus mengangkat derajat kehidupannya.

Maka pada 1976, di usia 16, Lum berangkat ke Singapura, negeri yang dipandangnya memberi fasilitas pendidikan representatif. Di sini, ia bersekolah di Tiong Bahru Secondary School. Kemudian masuk Hwa Chong Junior College, selanjutnya Universitas Nasional Singapura (NUS) dan lulus sebagai sarjana kimia di tahun 1986. Selama di Singapura, Lum bekerja serabutan demi mempertahankan hidup, sekolah, dan cita-cita memperbaiki nasibnya. Untuk kuliah, ia mencari beasiswa. Sementara untuk membiayai hidup, ia bekerja apa saja. Pada akhir pekan, ketika teman-temannya asyik jalan-jalan, Lum justru berada di supermarket untuk menjajakan apa saja, mulai dari kosmetik sampai detektor asap.

Ia memandang semua itu sebagai bekal hidup. “Itu adalah pengalaman yang amat berharga. Saya belajar bagaimana mendekati orang, dan mengukur respon mereka. Ini semua penting ketika saya mengawali bisnis,” kata Lum seperti tertuang dalam tulisan From Small-Town Orphan to Big Boss, yang dimuat di buku kisah sukses pengusaha Singapura, Real Money (2002). Keadaan ekonominya mulai membaik sewaktu Lum bekerja di GlaxoSmithkline sebagai ahli kimia. Di sini ia mendapat gaji US$ 40 ribu setahun yang membuatnya sanggup membeli apartemen sekaligus mobil.

Menjadi Pengusaha

Namun, karena yakin menjadi pengusaha lebih bisa memperbaiki derajat kehidupannya, pada 1989 Lum mengambil keputusan nekad: keluar dari GlaxoSmithkline, dan berwirausaha. Maka lahirlah Hyflux, perusahaan distribusi peralatan pengolahan air. Bisnis air, dalam hemat Lum, adalah bisnis prospektif, terlebih Singapura sangat tergantung pada pasokan air dari Malaysia. Untuk mendirikan Hyflux, Lum memang benar-benar berjudi. Selain meninggalkan perusahaan yang selama 3,5 tahun menjadi tempatnya mencari nafkah, ia juga melego aset-aset penting yang telah dibelinya dengan susah payah. Lum menjual mobil dan apartemennya. Lalu, dengan uang US$ 12 ribu ia mendirikan Hyflux. Di awal berdiri, Hyflux benar-benar perusahaan yang dipandangsebelah mata. Karyawannya hanya tiga orang. Bersama mereka, Lum bersaing dengan 20 perusahaan sejenis.

Di awal Hyflux berdiri, ia belum punya pelanggan tetap. Ia lebih sering mengendarai motor sendirian dari daerah ke daerah, mengetuk pabrik secara door to door untuk menawarkan saringan air, dan selanjutnya seluruh uang yang dia peroleh diinvestasikan untuk bisnisnya. Tak puas hanya menjual peralatan itu, Lum pun meningkatkan skilnya dengan mengikuti kursus pengelasan pipa ledeng profesional! Hebatnya, ia lulus dengan nilai sempurna. Setelah memiliki keahlian ini, proyek-proyek water treatment (pengolahan air) menghampirinya. Lum awalnya mengerjakan sendiri semua proyek awal water treatment yang didapat Hyflux demi kepuasan pelanggan.

Bagi wanita yang hingga kini masih melajang itu, kepuasan klien adalah salah satu tujuan utama. Berkat kegigihannya dalam menjaga kualitas pelayanan, ia kerap diundang ke mancanegara untuk membantu penyediaan air bersih. Cina misalnya. Di negeri ini, tepatnya di Shanghai, Lum mengepakkan sayap di tahun 1994. Ia melayani perusahaan Singapura yang mulai membangun fasilitas manufaktur di Cina. Buat para kliennya di Cina, Lum benar-benar berupaya untuk membuat mereka puas. Ia menghindari gaya birokratis dalam bekrja. Jika ada persoalan di lokasi kerja, dia akan terbang langsung dari Singapura ke Cina keesokan harinya untuk menyelesaikan persoalan.

Sikap inilah yang lantas membuat banyak pejabat di Cina terkesan dan mengundang Lum untuk terlibat dalam banyak proyek pengolahan air di negeri itu. Pada 2004 proyek-proyek di Cina menyumbang sekitar 40% pendapatan Hyflux. Sikap menjaga kepuasan konsumen , di satu sisi membuat klien terkesan. Namun di sisi lain, karyawannya kerap merasa berat. Sekadar ilustrasi, Lum yang terlihat selalu sibuk dan tergesa-gesa, melarang kata-kata urgent atau important (penting dan lekas ditindaklanjuti) dalam e-mail dan memo perusahaannya. Lakukan sekarang juga (do it now) menjadi mantra budaya perusahaan Hyflux. Kendati memberatkan, justru itulah yang mendorong Hyflux berkembang pesat dalam rentang 16 tahun.

Menjadi “Ratu Air”

Lum telah memancang ambisi lebih tinggi: mencetak pendapatan hingga US$ 700 juta pada 2010, dan menjadikan Hyflux perusahaan multimiliar dolar. “Kami telah menjadi perusahaan terbesar di industri ini di Asia Tenggara. Kami ingin menjadi salah satu yang terbesar di Asia,” tekadnya. Tak sedikit yang meyakini tekad itu akan diraih. Maklum, riwayat hidupnya telah mengundang decak kagum banyak pihak. Ia mulai dari skala kecil dan mengembangkan Hyflux menjadi perusahaan besar. Perjuangan dan wawasannya yang jauh ke depan menjadikannya seorang pengusaha besar.

Atas segala sepak terjangnya, Lum meraih banyak penghargaan. Pada 2003, misalnya, ia dikukuhkan sebagai Young Entrepreneur of the Year Singapura, dan tahun berikutnya (2004) Hyflux dinobatkan menjadi Investor Choice Awards di Singapura. Lum selalu optimis. Ketika ditanya sanggupkah ia bertarung
melawan para pesaingnya yang terus bermunculan, Lum menjawab ringan namun meyakinkan, “Saya tetap lincah. Ini adalah periuk nasi saya. Dan saya amat
lapar.”

Rasa lapar Lum mengacu pada data yang dilansir Asian Development Bank (ADB) bahwa sekitar 830 juta orang di negara-negara berkembang tak memiliki akses ke air minum sehat, dan lebih dari 2 miliar jiwa kekurangan fasilitas
sanitasi. “Begitu orang melihat bahwa mereka tak bisa lagi menggunakan cara tradisional untuk membersihkan air sungai yang terpolusi, maka metode lama yang tak bisa memberikan garansi mutu itu susah bertahan. Maka terjadilah permintaan besar atas teknologi pengolahan air yang lebih aman,” tandas Lum.

Olivia Lum, kini menjadi figur populer di jagad entrepreneurship internasional. Si Ratu Air (Water Queen) yang disegani oleh Perdana Menteri Singapura karena berhasil membangun pabrik penyulingan air laut pertama untuk negeri itu. Dan Hyflux yang dibesutnya dengan susah payah, kini telah menjelma sebagai perusahaan yang disegani. Ya, kerja keras dan perjuangan tak kenal lelah dari seorang anak “yatim” –karena ditelantarkan orang tua biologisnya sejak bayi— ternyata mampu menghasilkan karya besar dalam peradaban manusia. Keterbatasan fasilitas bukanlah halangan bagi siapa pun, termasuk anak yatim dan terlantar, untuk menjadi “orang besar”.
(Oleh Raudlatul Jannah, disarikan dari pelbagai sumber)

Comments :

0 komentar to “Olivia Lum, “Yatim” Milyuner”

Posting Komentar

Saran, kritik dan komentar anda akan sangat membantu kami dalam mengembangkan web blog ini. Terimakasih

 

koleksi

koleksi

Redaksi

Ketua Pengarah: M. Arif Junaidi. Penanggungjawab: Syarif Thayib (Ketua Yayasan Al Madinah).
­Redaktur Ahli: dr. Muhammad Thohir, Sp.Kj., Ahmad Faiz Zainuddin, S.Psi, Masuki M. Astro, Siti Raudlatul Jannah, S.Ag . Pemimpin Umum: Izzuddin Al Anshary. Pemimpin Redaksi: M. Syafiq Syeirozi. Redaktur Pelaksana: A. Suud Fuadi. Dewan Redaksi: Helmi Jauhari, A. Fathul Hudi. Distributor: Syafi’uddin. Kontributor Edisi ini: Aura Azzahra. Desain/Layout: Abd. Rokhman
Alamat Redaksi: Grha Aitam, Jl. Bratang Binangun IX/25-27 Surabaya. Telepon/Faksimile: (031) 5019424 / 5022212. ­E-Mail: redaksimadinah@yahoo.com. Web Blog: majalah-madinah.blogspot.com