Oleh: Mim Saiful Hadi“Tahukah kamu orang yang mendustakan agama *Maka itulah orang yang menghardik anak yatim. *Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. *Maka celakalah orang yang shalat. *(Yaitu) orang yang lalai terhadap shalatnya. *Yang berbuat pamer. *Dan enggan memberi bantuan.” (Qs. Al Maa’uun)
Surat al Maa’uun sangat menarik direnungkan maknanya, karena membahas tentang kesungguhan atau integritas seorang muslim dalam menyatakan ke-Islamannya. Allah menempatkan kepedulian terhadap anak yatim menjadi indikator pertama. Yakinlah ada hikmah besar yang akan Allah berikan kepada manusia jika bersedia mempedulikan anak yatim, mengapa?
Sejenak kembali ke masa Rasulullah Saw dan Sahabat, di mana perang demi perang terus berkecamuk, korban demi korban terus berjatuhan, banyak para istri menjadi janda dan banyak pula anak menjadi yatim, di tinggal syahid oleh suami atau ayahnya. Tetapi dari berbagai kisah yang ada, tidak satu pun ditemukan dari mereka yang hidup terlantar dan terlunta-lunta, para sahabat bersegera untuk menyantuni anak-anak yang ditinggalkan ayahnya bahkan menyunting para istri yang ditinggalkan. Hal ini merupakan realitas sosial yang sangat indah, di mana seseorang tidak membiarkan orang lain bersedih menanggung kesulitan hidup sendirian, tenggelam dalam kesedihan dan keterpurukan.
Sejenak mari lihat dengan mata hati yang jernih terhadap apa yang terjadi saat ini jika apa yang kita lakukan adalah membiarkan anak-anak yatim dari saudara-saudara kita hidup berkeliaran di jalan-jalan dan lorong-lorong, kemudian mengemis dan meminta-minta kepada setiap pejalan yang ditemui kemudian bergaul dengan lingkungan yang tidak terkontrol. Padahal anak-anak yang tumbuh kembang tanpa mendapat asupan kasih sayang yang cukup dari orang tuanya akan berakibat terhadap kesehatan jiwa raganya.
Maka saat mereka tumbuh dewasa dan memiliki kekuatan melakukan apa saja untuk mencapai keinginannya, sementara mereka tidak ada yang mengarahkan, memberinya kasih sayang dan merawatnya, niscayalah mereka akan menjadi sampah masyarakat, membahayakan kehidupan masyarakat, di tangan merekalah kemuliaan ajaran Islam tercemarkan.
Maka Maha Benar Allah atas segala firman-Nya, bahwa orang yang menelantarkan anak yatim sama artinya mendustakan agama, mereka menodai kemuliaan ajaran Islam dengan menjadikan anak-anak muda penerusnya tanpa pendidikan dan tanpa kasih sayang.
Memelihara anak yatim bukanlah perbuatan yang mudah untuk dikerjakan. Yang membuat berat sebenarnya bukan karena mereka anak yatim, tetapi karena derajat yang dijanjikan oleh Rasulullah Saw sangat tinggi bagi siapa yang bersedia memelihara anak yatim. Beliau mengumpakan seperti dua jari bersebelahan yang sedang menunjuk, bayangkan manusia penuh dosa dapat bersanding di surga dengan Rasulullah Saw yang penuh kemuliaan sedekat dua jari bersebelahan, Subhanallah.
Saya mempunyai seorang kawan yang sering berkeluh kesah tentang puluhan anak yatim yang diasuhnya, sangat nakal, sangat rewel, sangat manja, sulit dibina, sulit diarahkan, tidak tahu balas budi, dan segudang sebutan negatif lainnya. Tak bosan-bosannya ia menceritakan ulah nakal anak-anak yang diasuhnya, bahkan saking jengkelnya tak jarang dia memukulnya dengan tangan atau alat sekenanya, bahkan saat kemarahan dan kejengkelannya memuncak kalimat yang sering dikatakan adalah “Kalau kamu tidak saya asuh di sini kamu tidak hidup seperti sekarang.”
Bisakah dirasakan nafsu apa yang menguasai diri kawan saya ini, atau bagaimana cara pandang dirinya terhadap si yatim. Jika merasa saya lah yang berkuasa, anak yatim lemah, atau saya lah yang kaya anak yatim miskin, maka itu adalah nafsu ‘ananiyah. Jika nafsu ini yang merasuki hati maka sia-sialah semua jerih payah yang dilakukan, keberhasilan duniawi yang mereka capai adalah simbol-simbol semu yang menjerat di hadapan Allah, bahkan harta yang dikumpulkan dan disalurkan kepada mereka tak ubahnya “baju pamer’” yang akan membakar habis tubuh kelak di akhirat. Kemegahan asrama, rumah tinggal atau pemondokan yang dibangun adalah sumber kesombongan yang dibanggakan, ke manakah akhir semuanya, siksa api neraka yang membara tempatnya.
Memelihara anak yatim dengan modal rasa belas kasihan sangat tidak cukup, karena saat amarah datang rasa kasihan akan hilang seolah tak pernah ada. Atau karena merasa hartanya banyak, juga tidak cukup, karena kebutuhan terbesar anak yatim untuk tumbuh kembang dan fight dalam mengarungi kehidupan bukanlah harta. Bahkan pada kondisi tertentu “keberadaan” adalah identik dengan kemanjaan sementara “kekurangan” adalah peluang untuk berjuang.
Modal besar yang harus dimiliki adalah niat yang lurus. Artinya bebaskanlah diri dari semua kepentingan kecuali untuk ibadah kepada Allah, dari awal, saat di tengah dan di akhir perjuangan. Karena hadiahnya besar maka godaannya pasti besar, jangan berfikir bahwa niat selesai di awal, niat harus menjiwai seluruh aktivitas yang dilakukan, niat adalah ruh yang menghidupkan dan mematikan sebuah amaliah, ruhul ibadah menghidupkan amal ibadah, tapi ruhul ma’isyah (keinginan mencari kehidupan) akan menghidupkan amal ma’isyah. Agar lurusnya niat tetap akan terpelihara maka biasakanlah membersihkan diri dengan banyak beristighfar serta merenungi semua yang dikerjakan. Baik pula dilakukan dengan memelihara kebiasaan saling menyampaikan nasehat satu sama lain, dan yang menyempurnakan adalah perilaku jujur. Kejujuran lah yang akan menyinari jalan lapang di masa depan.
Adapun modal penyertanya adalah organisasi yang baik dan tata kelola yang bertanggung jawab (amanah), insya Allah dengan ini semua anak yatim yang diasuh seberapa pun banyaknya mereka akan menjadi perisai yang melindungi para pengasuh dari siksa api neraka yang pedih. Semoga Allah memberi kekuatan dalam memelihara keistiqamahan amal shalih kita.
Comments :
Posting Komentar
Saran, kritik dan komentar anda akan sangat membantu kami dalam mengembangkan web blog ini. Terimakasih