Mengelola Keuangan Rumah Tangga

Sebagian wanita beranggapan, ”Buat apa sih merencanakan dan mengelola duit, kan saya nggak punya penghasilan sendiri. Semua kebutuhan dipenuhi suami. Jadi tinggal minta. Kalau nggak cukup ya ngutang, bulan depan dibayar.”
Ada juga yang berpendapat, ”Meskipun dikelola, nggak pernah cukup. Wong gaji suami di bawah standar pengeluaran kami. Sudah dihemat, toh tetap saja nggak cukup. Kantong sering sudah ‘kering’ padahal tanggal gajian masih lama. Terus apa yang mau dikelola?”
Lain lagi dengan cerita beberapa teman yang punya usaha toko. Setiap bulan tidak punya patokan untuk beli ini dan itu. Kalau keperluan rumah tangga ada yang habis, maka akan membelinya sesuai keperluan. Karena penghasilan tidak tentu, pengeluaran juga tidak direncanakan. Sampai suatu saat, tiba-tiba seluruh aset telah habis, dan hutangnya menggunung.
Atau kisah beberapa suami yang menempuh jalan yang tidak sehat (korupsi), demi menghindari pertengkaran istri lantaran penghasilannya yang kecil.
Saya sendiri menemui beberapa kasus di mana suami-istri harus bercerai hanya karena masalah ekonomi. Terkadang bukan karena uangnya yang tidak cukup, tetapi cara pengelolaannya yang salah. Misalnya, pemakaian kartu kredit yang berlebihan, atau perbedaan pendapat dalam meletakkan prioritas untuk apa uang yang ada; apakah untuk ditabung, diinvestasikan, atau dibelikan peralatan, hingga akhirnya menimbulkan pertengkaran.
Belajar dari kasus-kasus tersebut, saya mengambil kesimpulan bahwa jika kita mengelola penghasilan dengan baik, masa depan keluarga akan terjamin. Anggaran yang benar merupakan ‘kartu pas’ meraih jaminan itu. Sebab ternyata berapa pun penghasilan Anda, jika tidak direncanakan dengan benar maka takkan pernah cukup.
Agar masalah-masalah keuangan seperti di atas tidak terjadi pada diri Anda, sebaiknya Anda dan pasangan membicarakan teknis pengelolaan keuangan dan menjalaninya. Mengelola keuangan yang baik dan benar adalah mengalokasikan penghasilan agar cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup saat ini, sekaligus untuk investasi masa depan.
Dari situ, alangkah pentingnya wanita belajar mengelola keuangan. Jika bisa mengelola anggaran yang minus menjadi cukup atau malah surplus, pada akhirnya, kita juga yang untung. Setidaknya bisa terhindar dari lingkaran setan hutang piutang.
Oleh karenanya, sebaiknya tiap keluarga perlu membagi penghasilan dalam pos-pos pengeluaran sebagai berikut:
Pos pengeluaran pertama ialah untuk membayar hutang: kartu kredit, cicilan rumah, mobil, dan lain-lain. Besarnya pos pengeluaran pertama ini sebaiknya tidak lebih dari 30 % penghasilan. Dan agar tidak terlilit bunga hutang yang mencekik, sebaiknya menghindari lembaga keuangan yang memberikan bunga besar.
Pos kedua adalah tabungan dan investasi. Biasanya, keluarga menabung di akhir bulan setelah ada sisa pengeluaran. Maka sekarang dibalik, tabungan dialokasikan di awal. Kalau tidak demikian, takkan pernah terisi, karena cenderung uang yang ada akan habis. Bila keluarga belum punya rencana penggunaan uang, pos ini sekurang-kurangnya 10 persen dari penghasilan keluarga.
Jangan lupa, tabungan dan investasi tidak hanya dalam bentuk simpanan, melainkan juga bersedekah, memberi tunjangan untuk orangtua, membayar pajak, melaksanakan umroh dan berhaji. Sebab semua itu ialah bagian dari menabung yang uangnya tak pernah hilang. Bahkan dijamin akan mendapatkan bonus berkali lipat.
”Wah, jika hanya menabung 10 persen dari penghasilan, kapan kami dapat melaksanakan umroh?” Mungkin demikian pikir Anda. Apalagi Anda masih ingin punya mobil baru, rumah baru, menyekolahkan anak ke sekolah, dan sejumlah keinginan lain.
Perencanaan mesti disesuaikan tak hanya berdasarkan penghasilan, tetapi juga tujuan keuangan keluarga. Dengan adanya tujuan keuangan, kita dapat merencanakan berapa lama dapat mencapai tujuan tersebut, dan langkah apa yang dapat kita ambil. Jika sudah tahu tujuan dan kondisi keuangan, barulah keluarga membuat perencanaan atau anggaran setiap bulannya.
Contoh, sepasang suami istri memiliki rencana keuangan untuk membeli rumah di dekat kampus untuk tempat kos para mahasiswa, sebagai usaha bersama keluarga. Selain hal itu, mereka juga berencana untuk berangkat umroh sekeluarga tahun depan. Bila dihitung-hitung, ternyata hal itu membutuhkan uang sebesar Rp. 30 juta-an.
Maka, bila pasangan suami istri tersebut sama-sama bekerja dan sepakat menyisihkan sebagian uang mereka, solusi ditemukan. Misalnya, harga rumah yang diinginkan saat ini bila mencicil dengan uang muka 30 % adalah total Rp. 150 juta. Mereka berniat membeli dengan cara menabung sendiri uang mukanya. Ketika uang muka sudah terbayar, mereka tinggal membayar sisa cicilan di bank .
Deskripsinya sebagai berikut:
Total Penghasilan suami istri: Rp. 12.000.000,-
Untuk membeli rumah:
Uang muka rumah: cicilan Rp. 150.000.000,- x 30 % = Rp. 45.000.000,-
Per bulan, menyisihkan 20 % penghasilan = Rp. 45.000.000,- : Rp. 2.400.000,- =19 bulan
Sisa pembayaran rumah setelah dikurangi uang muka = Rp. 105.000.000,- : Rp. 2.400.000,- = 44 bulan
Untuk berangkat umroh:
Per bulan menyisihkan 10 % penghasilan: 30.000.000,- : 2.400.000,- = 13 bulan

Karena memiliki tujuan menabung yang jelas, keduanya sepakat, selama 13 bulan mengurangi pengeluaran harian dan tidak menggunakan kartu kredit sama sekali untuk keperluan konsumtif yang biasa dilakukan.
Berbagai cara bisa dilakukan untuk menambah keuangan keluarga. Selain menabung dengan mengurangi pengeluaran, juga dengan usaha lain yang dapat menjadi cadangan pemasukan, misalnya melalui investasi properti, atau bisa juga dengan menyimpan perhiasan dan koleksi peninggalan yang bernilai.
Pos ketiga yaitu untuk premi asuransi. Asuransi diperlukan keluarga untuk memperkecil resiko keuangan yang mungkin terjadi. Misalnya, terjadi sesuatu dengan kepala keluarga, dengan asuransi jiwa, istri yang tidak bekerja dapat menggunakan uang pertanggungan untuk membuka usaha.
Untuk premi asuransi pendidikan, kesehatan, dan kendaraan, bisa dibayar per tahun agar tidak membebani setiap bulannya. Besarnya premi asuransi dari total asuransi yang diambil keluarga sebaiknya tak lebih dari 10 persen, karena hal yang dikhawatirkan belum tentu terjadi.
Pos yang terakhir, barulah biaya hidup keluarga. Pos ini mendapat alokasi sisa dari pengeluaran tiga pos di atas. Termasuk di sini adalah belanja pribadi masing-masing anggota keluarga, uang transportasi, rekening listrik, telepon, air, pakaian, gaji pembantu rumah tangga, hiburan, dan semacamnya.
Pengalokasian dana pada setiap item adalah fleksibel. Dan pos yang terakhir inilah yang pertama kali diotak-atik jika keluarga merasa perlu melakukan penyesuaian untuk mencapai tujuan tertentu. Anggaran sebaiknya dibuat setahun sekali. Adapun revisi bisa dilakukan setiap bulan.

Comments :

1
Anonim mengatakan...
on 

Bgmana mengatur keuangan jika istri tdk bekerja ,gaji suami total bersh dterima 2,4 juta , pengeluaran/bln berkisar setengahnya , dan tabngan yg ada skrg 40 juta, bgmana perencnaan tabungan tuk beli rumah or pendidkn tuk anak yg bru lahr.

Posting Komentar

Saran, kritik dan komentar anda akan sangat membantu kami dalam mengembangkan web blog ini. Terimakasih

 

koleksi

koleksi

Redaksi

Ketua Pengarah: M. Arif Junaidi. Penanggungjawab: Syarif Thayib (Ketua Yayasan Al Madinah).
­Redaktur Ahli: dr. Muhammad Thohir, Sp.Kj., Ahmad Faiz Zainuddin, S.Psi, Masuki M. Astro, Siti Raudlatul Jannah, S.Ag . Pemimpin Umum: Izzuddin Al Anshary. Pemimpin Redaksi: M. Syafiq Syeirozi. Redaktur Pelaksana: A. Suud Fuadi. Dewan Redaksi: Helmi Jauhari, A. Fathul Hudi. Distributor: Syafi’uddin. Kontributor Edisi ini: Aura Azzahra. Desain/Layout: Abd. Rokhman
Alamat Redaksi: Grha Aitam, Jl. Bratang Binangun IX/25-27 Surabaya. Telepon/Faksimile: (031) 5019424 / 5022212. ­E-Mail: redaksimadinah@yahoo.com. Web Blog: majalah-madinah.blogspot.com