DERMAWAN DULU BARU KAYA

Judul : Makin Dermawan Makin Kaya,
Makin Kikir makin Miskin
Penerbit : Erlangga-Jakarta
Penulis : Saiful hadi El-Sutha
Tahun terbit : 2009
Halaman : 107 hlm




Secara matematis orang menganggap bahwa dengan memberikan sebagian harta kepada orang lain berarti akan mengurangi kekayaan kita. Hal ini memang tidak salah, namun bukan berarti sepenuhnya benar. Tidak sepenuhnya benar karena kenyataannya tidak pernah ada orang yang jatuh miskin disebabkan gemar bersedekah. Sebaliknya orang yang dermawan akan dipermudah hidupnya dan menjadi kaya.

Berderma adalah salah satu perbuatan mulia yang sangat dianjurkan agama apa pun. Setiap agama senantiasa mengajarkan umatnya untuk bersikap murah hati, suka memberi, dan menafkahkan sebagian hartanya untuk kebaikan, serta mau membantu dan menolong orang lain yang berada dalam kesulitan. Dalam Islam ditegaskan bahwa “tidak akan memperoleh satu kebaikan sejati sehingga kamu menyedekahkan apa yang kamu cintai.” Ini menggambarkan betapa pentingnya bersedekah, sehingga yang dianjurkan untuk didermakan ialah barang terbaik.

Allah memerintahkan manusia untuk rajin berderma demi kebaikan mereka sendiri, bukan untuk Allah, sebab Allah Maha Kaya, Dia tidak membutuhkan bantuan dan pertolongan siapa pun. Bahkan seandainya seluruh manusia kikir, Allah tetap Maha Kaya, karena langit, bumi dan seluruh isinya adalah kepunyaan Allah. Demikian pula sebaliknya, jika orang ramai-ramai berderma tidak akan menambah kekayaan Allah, karena Allah tidak butuh apa pun untuk memenuhi kebutuhan-Nya.

Orang berderma dengan ikhlas karena Allah diibaratkan dengan orang yang menanam benih. Dari tiap benih ia akan memanen hingga tujuhratus kali lipatnya bahkan lebih. Bukan hanya pahala akhiratnya saja, namun juga sumber rezekinya akan dilipatgandakan oleh Allah. Alkisah, seorang santri bernama Ali hendak berkunjung ke rumah kyainya. Karena petani singkong, sebelum berangkat ia menuju kebun untuk memetik tanamannya. Selepas itu ia pergi ke rumah kyainya dan berkata, “Pak Kyai, ini ada singkong, hasil dari kebun saya.”

Menerima pemberian itu, pak kyai-pun senang dan berkata, “Terima kasih Ali, engkau anak yang baik.” Selanjutnya pak kyai berkata kepada istrinya, “Bu, ini si Ali membawakan kita singkong. Nanti kita kasih apa untuk Ali?” Kata istri kyai, “Ini ada seekor kambing pemberian orang kaya.” Pak kyai berkata, “Baiklah, Ali, karena engkau telah menghadiahkan singkong, maka aku memberimu kambing, bawalah pulang dan peliharalah.” “Terima kasih Pak kyai,” sahut Ali.

Dalam perjalanan pulang, sambil menuntun kambing pemberian kyai, Ali bertemu dengan temannya, Umar. Dengan wajah agak penasaran, Umar bertanya, “Ali, dari mana engkau mendapatkan kambing itu?” Ali menjawab, “Tadi saya ke rumah pak kyai dan memberinya singkong. Eh… malah saya diberi kambing oleh beliau.”

Mendengar penjelasan Ali, hati kecil Umar berkata, “Kalau singkong saja dibalas kambing, bagaimana kalau aku memberi apel pada pak kyai, pasti balasannya lebih besar lagi.” Akhirnya Umar pergi ke pasar membeli beberapa kilo apel, lalu diantar kepada pak kyai. Umar berkata, “Ini apel, hadiah sekadarnya dari saya untuk pak kyai.”

Seperti halnya terhadap Ali, kyai pun mengucapkan terima kasih seraya menanyakan kepada istrinya, apa yang pantas sebagai balasan. Ibu nyai menjawab, “Ini ada singkong.” Maka sebagai tanda terima kasih, Pak kyai memberikan singkong kepada Umar. Tentu Umar sangat kecewa, karena sesungguhnya yang ia harapkan dari pak kiai adalah yang lebih bernilai dari kambing.

Ilustrasi di atas hanyalah perihal keuntungan berbeda yang dituai penderma. Karena keikhlasan tanpa pamrih, Ali mendapat balasan berlipat ganda dari tindakannya. Hal ini mungkin juga pernah kita alami. Saat berharap terlalu tinggi atas amal baik kita, ternyata ganjaran yang diperoleh tidak setimpal.

Sebaliknya amal baik yang kita anggap remeh temeh, justru dibalas berlipat ganda oleh Allah. Yang demikian ini bukan berarti janji Allah tidak benar, akan tetapi keikhlasan dan kepasrahan hati sangat memengaruhinya. Rahmat Allah memang mustahil bisa dihitung secara matematis. Logika manusia terlalu dangkal untuk menakarnya. Karenanya, alangkah eloknya jika saat melepas harta, kita pasrahkan sepenuhnya kepada Allah, mau dibalas apa terserah. Kendati begitu, banyak pula kisah penderma yang mendapatkan balasan sebagaimana harapannya.

Itulah sebagian kecil kisah dari isi buku karya Saiful Hadi ini. Ada juga kisah tentang manfaat berderma yang menyadarkan seorang pencuri hingga menjadi seorang kaya, baik, dan suka bersedekah. Masih banyak lagi kisah menarik yang dituangkan dalam buku ini. Karya yang ditulis dengan gaya bahasa ringan dan deskriptif, diselingi gambar untuk mempermudah pembaca mencerna isinya. Siapapun, silakan baca buku ini. Bisa jadi kemudian Anda meyakini bahwa sedekah itu menguntungkan bukan merugikan. Berderma itu kaya dan kikir itu miskin.
(Suud Fuadi)

Comments :

0 komentar to “DERMAWAN DULU BARU KAYA”

Posting Komentar

Saran, kritik dan komentar anda akan sangat membantu kami dalam mengembangkan web blog ini. Terimakasih

 

koleksi

koleksi

Redaksi

Ketua Pengarah: M. Arif Junaidi. Penanggungjawab: Syarif Thayib (Ketua Yayasan Al Madinah).
­Redaktur Ahli: dr. Muhammad Thohir, Sp.Kj., Ahmad Faiz Zainuddin, S.Psi, Masuki M. Astro, Siti Raudlatul Jannah, S.Ag . Pemimpin Umum: Izzuddin Al Anshary. Pemimpin Redaksi: M. Syafiq Syeirozi. Redaktur Pelaksana: A. Suud Fuadi. Dewan Redaksi: Helmi Jauhari, A. Fathul Hudi. Distributor: Syafi’uddin. Kontributor Edisi ini: Aura Azzahra. Desain/Layout: Abd. Rokhman
Alamat Redaksi: Grha Aitam, Jl. Bratang Binangun IX/25-27 Surabaya. Telepon/Faksimile: (031) 5019424 / 5022212. ­E-Mail: redaksimadinah@yahoo.com. Web Blog: majalah-madinah.blogspot.com