Kunci Bahagia: Bekerja, Bermain, Mencintai


Satu lagi resep hidup bahagia menurut ilmuwan. Formula ini saya peroleh saat mendengar ceramah Doris Kearns Goodwin, sejarawan yang menulis kehidupan para Presiden Amerika Serikat, di TED show pada 20 februari 2008.

Goodwin melansir kutipan menarik yang ia peroleh dari salah satu seminar yang ia ikuti saat menempuh studi Pascasarjana di Harvard University, Amerika. Saat itu yang jadi pembicara adalah Erik Erikson, salah seorang begawan psikologi perkembangan.

Pencetus teori 8 fase perkembangan psiko-sosial individu itu mempresentasikan konsepnya tentang bagaimana meraih kebahagiaan. Menurutnya, kekayaan dan kebahagiaan dalam hidup terletak pada kemauan kita untuk menyeimbangkan antara "Bekerja, Mencintai, dan Bermain (work, love and play).

Berfokus hanya pada salah satu sambil mengabaikan dua bidang yang lain, akan membuka pintu kesedihan dan membuat seseorang lebih cepat tua. Tetapi jika seseorang mampu menjalani tiga aktivitas tersebut dengan dedikasi yang sama dan seimbang, selain akan meraih prestasi yang gemilang, juga kedamaian hati.

Tekanan kondisi lingkungan sosial mutakhir membuat saya tersadar, betapa rentannya karakter kita berubah lantaran emosi negatif yang menumpuk, hingga sukar meraih kebahagiaan.

Karena itu alangkah pentingnya memberdayakan kesadaran diri dan hati nurani untuk menyadari mana yang baik dan yang buruk agar tidak terdistorsi oleh tekanan lingkungan. Selain itu juga untuk melatih imajinasi dan kebebasan memilih (untuk membayangkan dan memilih tindakan yang bermoral di tengah tekanan lingkungan yang amoral).

Beberapa waktu yang lalu saya menyaksikan ceramah Prof. Philip Zimbardo, ahli psikologi yang terkenal dengan eksperimen penjara Stanford (Stanford prison experiment). Ia menjelaskan bagaimana orang biasa menjadi jahat. Inilah yang kemudian ia sebut sebagai The Lucifer Effect.

Dalam ceramah yang dipublikasikan oleh situs www.ted.com tersebut, diperlihatkan suasana mengenaskan penjara Abu gharib, Irak. Para tahanan ditelanjangi dan disiksa oleh tentara Amerika.

Zimbardo menjelaskan, hal itu terjadi bukan karena sang penyiksa pada dasarnya orang jahat, melainkan kondisi penjara (dan beberapa faktor lain) yang membuat orang-orang bermoral baik (kurang lebih seperti standar pada umumnya), berubah menjadi penyiksa yang kejam.

Hal yang sama terjadi ketika orang-orang yang disiksa tentara Amerika itu (kebanyakan para pengikut Saddam Hussein), beberapa di antara mereka, beberapa tahun silam, menyiksa, dan merendahkan harkat rekan sesama muslimnya yang menentang rezim Saddam.

Saya juga teringat kasus dr. Mengele di zaman Nazi berkuasa di Jerman. Dengan senyum khasnya ia menyiksa anak-anak kembar. Tanpa dibius, tubuh kedua bayi dibedah, organ tubuhnya dijahit untuk dijadikan kembar siam. Padahal di sisi lain sang dokter dikenal sebagai ayah yang lembut ketika di rumah.

Perubahan watak dari orang baik menjadi penyiksa yang bengis hampir selalu terjadi di ruang-ruang tahanan, terutama pada saat perang terjadi atau rezim tirani berkuasa di sebuah negeri. Komunitas sosial yang mentradisikan kekerasan juga mudah mengubah karakter anggotanya yang awalnya lembut menjadi sosok kasar, termasuk dalam lingkup keluarga.

Selain lingkungan sosial yang kian tidak ramah tersebut, serbuan media elektronik juga rawan membuat seorang stres hingga sukar meraih kebahagiaan. Pada zaman ini, masalah kita bukanlah kekurangan informasi, kekurangan pekerjaan atau hiburan, namun justru karena kebanjiran informasi, hiburan, dan semacamnya. Begitu banyak pilihan malah membuat kita sesak.

Maka tugas kita sesungguhnya ialah bukan menambahi tapi mengurangi pekerjaan, hiburan, informasi, dan sebagainya. Jika kita bisa menyortir dan menemukan hal yang esensial dari sekian banyak yang remeh-temeh, maka kita bisa fokus pada hal terpenting.

Ciri-ciri sosok yang efektif (sukses dan bahagia) adalah fokus pada sedikit hal (menurut penulis buku good to great, Jim Collins, maksimal tiga item). Ciri-ciri orang bingung adalah membanjiri diri dengan informasi, kegiatan, dan hiburan yang banyak –walaupun semuanya penting.

Maka bekerjalah dengan sungguh-sungguh dan terfokus, cintailah Tuhan dan makhluq-Nya dengan setulus hati, dan bermainlah dengan sepenuh keriangan. Jalanilah ketiganya dengan seimbang demi meraih kebahagiaan diri dalam zaman yang semakin tidak ramah ini.

Comments :

0 komentar to “Kunci Bahagia: Bekerja, Bermain, Mencintai”

Posting Komentar

Saran, kritik dan komentar anda akan sangat membantu kami dalam mengembangkan web blog ini. Terimakasih

 

koleksi

koleksi

Redaksi

Ketua Pengarah: M. Arif Junaidi. Penanggungjawab: Syarif Thayib (Ketua Yayasan Al Madinah).
­Redaktur Ahli: dr. Muhammad Thohir, Sp.Kj., Ahmad Faiz Zainuddin, S.Psi, Masuki M. Astro, Siti Raudlatul Jannah, S.Ag . Pemimpin Umum: Izzuddin Al Anshary. Pemimpin Redaksi: M. Syafiq Syeirozi. Redaktur Pelaksana: A. Suud Fuadi. Dewan Redaksi: Helmi Jauhari, A. Fathul Hudi. Distributor: Syafi’uddin. Kontributor Edisi ini: Aura Azzahra. Desain/Layout: Abd. Rokhman
Alamat Redaksi: Grha Aitam, Jl. Bratang Binangun IX/25-27 Surabaya. Telepon/Faksimile: (031) 5019424 / 5022212. ­E-Mail: redaksimadinah@yahoo.com. Web Blog: majalah-madinah.blogspot.com