Salah satu aturan yang wajib dijalankan oleh sekolah yang mengikuti program rintisan sekolah dasar bertaraf internasional (SDBI), ialah menerapkan pembelajaran berbasis TIK (Teknologi Informasi dan Komunikasi) pada semua mata pelajaran.
Selain itu proses pembelajaran mata pelajaran kelompok sains, matematika, dan inti kejuruan harus menggunakan bahasa Inggris. Sementara dalam pelajaran lain, kecuali bahasa asing, harus menggunakan bahasa Indonesia. Namun pembelajaran dengan bahasa Inggris dalam pelajaran sains dan matematika, baru dapat dimulai pada Kelas IV.
Hal tersebut memancing pertanyaan, seberapa signifikan pengajaran bahasa Inggris pada usia dini?
Menyitir pernyataan Dr. Bambang Kaswanti Purwo, Ketua Program Studi Linguistik Terapan Bahasa Inggris, Unika Atma Jaya, Jakarta, dalam artikelnya yang bertajuk Pangajaran Bahasa Inggris di SD dan SMTP, usia 6-12 tahun merupakan masa emas atau paling ideal untuk belajar bahasa selain bahasa ibu (bahasa pertama).
Alasannya, otak anak masih plastis dan lentur, sehingga proses penyerapan bahasa lebih mulus. Lagi pula daya penyerapan bahasa pada anak berfungsi secara otomatis. Dalam hemat Bambang, cukup dengan pemajanan diri (self-exposure) pada bahasa tertentu, semisal ia tinggal di suatu lingkungan yang berbahasa lain dari bahasa ibunya, dengan mudah anak akan dapat menguasai bahasa itu.
Dalam pandangan Dr. Maria Minthowati, M.Pd., pengajar Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Surabaya (Unesa), tesis itu bisa dibalik.
“Karena kelenturannya, bahasa yang dipelajari cepat diserap. Tetapi lantaran itu pula, jika kemudian tidak dikembangkan maka akan lebih cepat lupa. Berbeda dengan orang dewasa. Mereka memang agak lambat, tetapi jika sudah meresap, sulit lupanya,” urai dosen mata kuliah Bahasa Indonesia Bagi Penutur Asing itu detail.
Namun argumentasi Bambang di atas, diamini oleh M. Anwar, S.Pd., Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum SD Al Hikmah Surabaya. Ia berpendapat bahwa bahasa adalah kebiasaan bukan pengetahuan. “Karena itu, kalau anak-anak sejak kecil dibiasakan menggunakan bahasa Inggris, lama kelamaan dia akan menguasainya,” cetusnya.
Hal ini dikuatkan oleh riset yang dilakukan oleh Nur Ainy Fardhana, S.Psi, M.Si, Ketua Pusat Terapan Psikologi Pendidikan Fak. Psikologi Unair. Hasil penelitiannya di salah satu sekolah menyimpulkan, kemampuan dwibahasa akan cepat sekali didapat ketika lingkungan itu juga menerapkan bilingual.
“Ingin cepat bisa berbahasa Inggris ya lingkungannya juga harus berbahasa Inggris. Tetapi ketika anak terkontaminasi dengan bahasa yang berbeda-beda, maka itu akan merusak kemampuan bahasa sebelumnya. Intinya jangan ada target-target tertentu yang memaksakan anak untuk menguasai bahasa asing,” ujarnya saat ditemui Al Madinah di kampus Unair.
Sementara, Anwar, Sarjana pendidikan dari Universitas Muhammadiyah Surabaya yang ditemui Al Madinah di kantornya pada 03/11/09, berprinsip bahwa dalam pengajaran bahasa Inggris terhadap anak, yang paling ditekankan adalah kepahaman. Ketika anak mengerti apa yang didengar atau dibacanya, itu sudah cukup.
Ia berargumen, “Ketika anak sudah bisa bertutur kata, berkomunikasi dengan orang lain, dan menulis dalam Bahasa Inggris, berarti ia sudah bisa menyerap pembelajaran bahasa Inggris dalam kesehariannya.”
SD Al Hikmah adalah satu-satunya SD yang terdaftar sebagai RSBI (rintisan sekolah bertaraf internasional) di Kota Surabaya. Sejauh ini sudah ada 6 kelas yang mengikuti kurikulum SDBI yaitu kelas II, III, dan IV.
Masing-masing tingkatan tersebut memiliki 2 kelas. Di enam kelas tersebut, penggunaan bahasa Inggris memiliki porsi yang lebih banyak dibanding kelas-kelas lain.
Sejak tahun ajaran 2008, pembelajaran bahasa Inggris telah dimulai sejak kelas 1. Hal ini dilakukan agar nantinya semua kelas bisa menjadi RSBI.
Salah satu kritikan yang muncul atas fenomena pengajaran bahasa Inggris sejak dini ialah bahwa sebagian orangtua lupa kerap untuk mengajarkan tata bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Selama ini orang beranggapan, ketika anak bisa berbicara atau menulis dalam bahasa Indonesia dan bisa dipahami, maka sudah dianggap cukup. Tak perlu ditelisik lebih detail. Hal ini mengesankan, bahasa Indonesia dianaktirikan di rumahnya sendiri.
Menjawab kritik tersebut, Anwar menegaskan bahwa Al Hikmah tetap berprinsip, Bahasa Indonesia harus menjadi kebanggaan siswa sebagai anak bangsa.
“Bagi kita, bahasa Inggris itu hanya sebagai loncatan untuk mengenal dunia luar. Maka kita menanamkan kepada anak didik bahwa Bahasa Indonesia harus dikuasai dengan baik dan benar. Itu sebagai wujud kecintaan terhadap negara” tandas lelaki empat puluh tahun itu.
Menurut Maria Minthowati yang meraih gelar Sarjana, Master, dan Doktor di bidang Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, kemampuan berbahasa Inggris merupakan kunci untuk menguasai pelbagai jenis ilmu pengetahuan.
“Kesempatan anak untuk menelaah literatur-literatur asing jelas lebih terbuka. Demikian pula peluang mereka untuk bersaing memasuki SMP atau SMA yang bertaraf internasional,” terang wanita empat puluh tiga tahun itu.
Sebagaimana Bahasa Inggris sekadar sebagai kendaraan, dalam pemikiran Anwar, SBI (Sekolah Bertaraf Internasional), seperti Al Hikmah pun hanya alat, bukan tujuan utama. Sebab maksud utamanya ialah menciptakan sistem pendidikan Islam yang terbaik. (Syafiq)
Bahasa Inggris Sekadar Alat
Salam, Jumat, 18 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Comments :
Posting Komentar
Saran, kritik dan komentar anda akan sangat membantu kami dalam mengembangkan web blog ini. Terimakasih