Alternatif Lain; Full Day School


Bagi orang tua yang sangat sibuk dan tidak sanggup menjangkau pendidikan anak secara optimal sehingga khawatir kreativitasnya tidak tumbuh baik, full day school (sekolah sehari penuh) yang kini mulai menjamur di kota-kota, bisa menjadi alternatif. Lembaga ini biasanya diminati oleh orang-orang kaya yang mengidealkan pemberdayaan menyeluruh bagi anak, namun enggan berpisah dari buah cintanya.

Full day school, baik tingkat SD maupun SMP, umumnya mewajibkan siswanya masuk ke ruang kelas pada pukul 07.00 pagi dan keluar pada pukul 16.30 atau 17.00 sore. Selama di sekolah, siswa selain diberikan materi pelajaran sesuai kurikulum standar nasional, diharuskan pula mengikuti pelbagai jenis aktivitas ekstrakurikuler, seperti olahraga, pendalaman ilmu agama, penguasaan multimedia, dan beberapa lainnya.

Lantaran lengkapnya fasilitas, tak heran jika sekolah model itu mematok biaya sangat tinggi. Bagi Drs. Nur Hidayat, M.M, sekretaris Yayasan Lembaga Pendidikan Islam (YLPI) Al Hikmah Surabaya yang menaungi SD dan SMP yang menganut sistem full day, segala sarana yang tersedia memang diciptakan untuk mengantarkan anak didik pada zamannya kelak, bukan masa pengasuhnya atau orang tuanya. “Bukan Al Hikmah yang mahal, tetapi sekolah-sekolah lain yang enggan memberikan fasilitas memadai kepada anak didik dan guru-gurunya,” tegas Hidayat.

Statemen tersebut didukung oleh Ratna Ellyawati. Ia berpandangan positif terhadap maraknya fenomena full day school. “Di situ anak dalam pantauan guru, dengan kegiatan yang mampu meningkatkan kecerdasannya. Dibanding anak berada di rumah pada siang atau sore hari, namun lepas dari pantauan orang tua, tentu lebih baik dipercayakan kepada pihak sekolah,” terang Ratna.

Logika sama diajukan oleh Imam Bawani dan Hanun Asrohah. Jika memang orang tua sibuk dan mampu secara finansial, demikian Imam, maka full day school bisa menjadi pilihan tepat. “Ya daripada anak harus bermain dengan pembantu atau kawan sebayanya di luar yang tidak terkontrol, itu kan malah lebih bahaya,” ujar pria asli Kediri itu.

Hanun memandang, kesibukan belajar di fullday school dapat meminimalisasi kemungkinan remaja terjerembab pada perilaku negatif, seperti tawuran, kesalahan pergaulan hingga terjerumus pada minuman keras dan narkoba.

Di sisi lain, Imam Bawani menyarankan supaya full day school memberlakukan sistem subsidi silang. Mantan rektor Universitas Terpadu Darul Ulum (Unipdu) Jombang ini mengatakan, “Ya semisal 20 anak di satu kelas menyubsidi 4 anak-anak miskin yang berprestasi. Ini kan adil. Kelompok yang tidak mampu pun ikut mengenyam fasilitas pendidikan yang memadai.”



Peran Orang Tua?

Tumbuh suburnya sekolah yang menganut sistem hari penuh ini memunculkan gugatan, “Lantas di mana peran orang tua?” Menjawab kritikan ini, Ratna menyatakan, “Kalau ada pengganti lain yang lebih bagus, mengapa tidak?”

Kendati demikian, orang tua tidak bisa begitu saja melepas tanggungjawabnya kepada pihak sekolah. Curahan perhatian orang tua baik psikis maupun fisik sangat dibutuhkan anak. “Kekecewaan anak yang tidak mendapat jalan keluar, akan mendorongnya mencari kompensasi-kompensasi pada aktivitas yang tidak diinginkan,” ujar Hanun mengingatkan.

Menurut Srisiuni Sugoto, semua tergantung kecerdikan orang tua memanfaatkan kesempatan luangnya untuk mencurahkan perhatian dan kasih sayang kepada anak. “Ketika pulang sekolah, orang tua harus mengambil alih peran gurunya, untuk menunjukkan kepada anak bahwa aku lah orang tuamu,” cetus Srisiuni.

Sayangnya, seringkali setelah pulang sekolah, pada petang harinya, anak masih dileskan pada lembaga kursus sampai malam. Padahal konsep dasar full day school, menurut Srisiuni, adalah supaya murid tidak dibebani pelajaran tambahan di rumah. “Tapi kenyataannya beberapa orang tua masih belum puas atas prestasi anak. Sehingga masih diwajibkan belajar ini dan itu. Dalihnya, wong anak suka kok. Padahal yang mempunyai otoritas itu kan orang tua,” tandasnya.

Selain itu yang perlu diperhatikan, tidak semua anak cocok masuk full day school. Layaknya pesantren, anak yang fisiknya lemah tidak mampu mengikuti program secara baik. Jika dipaksakan berarti anak menjadi korban eksploitasi, dan orang tua lah aktornya.
(Syafiq)

Comments :

0 komentar to “Alternatif Lain; Full Day School”

Posting Komentar

Saran, kritik dan komentar anda akan sangat membantu kami dalam mengembangkan web blog ini. Terimakasih

 

koleksi

koleksi

Redaksi

Ketua Pengarah: M. Arif Junaidi. Penanggungjawab: Syarif Thayib (Ketua Yayasan Al Madinah).
­Redaktur Ahli: dr. Muhammad Thohir, Sp.Kj., Ahmad Faiz Zainuddin, S.Psi, Masuki M. Astro, Siti Raudlatul Jannah, S.Ag . Pemimpin Umum: Izzuddin Al Anshary. Pemimpin Redaksi: M. Syafiq Syeirozi. Redaktur Pelaksana: A. Suud Fuadi. Dewan Redaksi: Helmi Jauhari, A. Fathul Hudi. Distributor: Syafi’uddin. Kontributor Edisi ini: Aura Azzahra. Desain/Layout: Abd. Rokhman
Alamat Redaksi: Grha Aitam, Jl. Bratang Binangun IX/25-27 Surabaya. Telepon/Faksimile: (031) 5019424 / 5022212. ­E-Mail: redaksimadinah@yahoo.com. Web Blog: majalah-madinah.blogspot.com