Dari Wacana Menuju Gerakan

Teori tanpa praktik adalah sia-sia. Beranjak dari prinsip itu, “satu rumah satu yatim” tidak boleh berhenti pada dataran gagasan belaka namun bisa menjadi sebuah gerakan bersama. Katakanlah, jika seluruh panti asuhan di kota Surabaya yang dalam rekapitulasi Dinas Sosial tahun 2008 berjumlah 116 unit, berkenan mematangkan dan mengampanyekan ide ini, maka lambat laun wacana ini bisa menjadi gerakan sosial.

Harapannya, tentu bisa menimbulkan dampak sosial yang lebih besar, dan terlepaslah ribuan atau bahkan jutaan yatim dari problem kemiskinan ekonomi yang membelitnya. Dengan demikian masa depan para penerus pembangunan bangsa itu bisa lebih cerah.

H.M. Molik yang mendirikan lembaga pengasuhan anak yatim dan dhuafa sejak tahun 2001 sangat setuju jika gagasan ideal tersebut disuarakan dan dikampanyekan secara bersama oleh lembaga-lembaga sosial. “Seluruh lembaga secara bersama menghelat peluncuran itu dengan memanfaatkan momentum bulan Muharam sebagai hari anak yatim. Jika sukses terlaksana tentu gaungnya lebih terasa,” ujar alumnus IKIP Negeri Surabaya (sekarang Unesa) itu saat ditemui Al Madinah pada 11/05/2009.

Sebagai Trainer kewirausahaan, ketua Yayasan Nurul Hayat itu menganalogikan upaya kampanye “satu rumah satu yatim” layaknya barang dagangan. Dalam hemat Molik, “ide dan substansi yang baik tanpa kemasan menarik tidak akan dilirik orang. Ide yang kurang bagus, dijual oleh sales pintar, dengan kemasan pemasaran menarik bisa laku keras. Apalagi kalau ide bagus, kemasan memikat, dijual oleh sales yang cerdas.”


Menggerakkan Kedulian Sosial

Salah satu inti dari ide “satu rumah satu yatim” adalah memantik kesadaran masyarakat bahwa problem anak yatim bukan hanya tanggungjawab negara seperti termaktub dalam pasal 34 UUD 1945, tetapi tanggungjawab seluruh umat manusia sebagai makhluk sosial.

Prof. Dr. Suryanto, alumnus program Doktoral UGM Yogyakarta, lebih menekankan tentang metode penyadaran itu. Baginya, ide “satu rumah satu yatim” adalah pengejewantahan dari prinsip charity (berbagi) yang berkaitan erat dengan kepekaan sosial individu dan pemahaman agama yang utuh.

“Beragama tidak hanya menjalankan rukun Islam an sich tetapi juga penanaman nilai dalam laku kehidupan. Jadi keyakinan dan perbuatan itu sejalan. Beragama tentunya tidak hanya dengan amal perseorangan tetapi juga menular pada laku dan roso sosial,” tandas Suryanto berargumen.

Dalam pemikiran pria asli Ngawi itu, keteladanan dari tokoh agama dan masyarakat sangat penting. Melalui pengajian, kesadaran itu disosialisasikan. Bahwa membantu orang lain itu memberikan manfaat bagi dirinya. Pesan tentang keikhlasan dan pengabdian pada umat akan membawa keberuntungan di hari akhir, juga harus disampaikan. “Ya ke depan sebagai sangune mati lah,” tambahnya.

Hanya saja, Suryanto menekankan, ketika ide “satu rumah satu yatim” mulai menuai respon positif dari khalayak maka serahkan saja kepada setiap orang berapa kemampuannya. “Tidak perlu donatur dipatok harus sekian. Fleksibel saja. Dia kuatnya menanggung berapa berapa anak dan mau menginfakkan nominal berapa, biarkan. Toh itu kan sudah menjadi sertifikat akhirat mereka,” tukas bapak lima putra itu.

Berbeda dengan ahli psikologi sosial itu, Bagong Suyanto, Koordinator Bidang Kemasyarakatan Dewan Pakar Provinsi Jawa Timur, lebih menitikberatkan pada mekanisme praktiknya. Lembaga yang menggagas dan menjalankan menurutnya harus didukung oleh figur dan rekam jejak yang baik. Ia melihat, pihak swasta sebenarnya punya kepedulian. Buktinya ketika terjadi bencana, media massa yang menyelenggarakan dompet bencana bisa meraup sumbangan dalam jumlah besar.

‘Itu karena media massanya terpercaya. Kan tidak serta merta orang bisa percaya akan ide apa pun termasuk satu rumah satu yatim itu. Karena itu langkah awalnya, lembaga yang menjalankan harus punya kredibilitas yang baik di mata publik dan menjunjung etika moral. Sehingga banyak orang mau menyalurkan dana ke organisasi tersebut. Sekarang ini kan modus penipuan beragam,” terang Bagong panjang lebar.

Menjadi lembaga terpercaya. Inilah pekerjaan rumah masing-masing organisasi sosial jika ingin cita-cita mulianya didukung banyak orang

(Syafiq)

Comments :

0 komentar to “Dari Wacana Menuju Gerakan”

Posting Komentar

Saran, kritik dan komentar anda akan sangat membantu kami dalam mengembangkan web blog ini. Terimakasih

 

koleksi

koleksi

Redaksi

Ketua Pengarah: M. Arif Junaidi. Penanggungjawab: Syarif Thayib (Ketua Yayasan Al Madinah).
­Redaktur Ahli: dr. Muhammad Thohir, Sp.Kj., Ahmad Faiz Zainuddin, S.Psi, Masuki M. Astro, Siti Raudlatul Jannah, S.Ag . Pemimpin Umum: Izzuddin Al Anshary. Pemimpin Redaksi: M. Syafiq Syeirozi. Redaktur Pelaksana: A. Suud Fuadi. Dewan Redaksi: Helmi Jauhari, A. Fathul Hudi. Distributor: Syafi’uddin. Kontributor Edisi ini: Aura Azzahra. Desain/Layout: Abd. Rokhman
Alamat Redaksi: Grha Aitam, Jl. Bratang Binangun IX/25-27 Surabaya. Telepon/Faksimile: (031) 5019424 / 5022212. ­E-Mail: redaksimadinah@yahoo.com. Web Blog: majalah-madinah.blogspot.com