Karena minimnya respon dari pembaca maka rubrik Maestro Menjawab bersama Founder SEFT, Ahmad Faiz Zainuddin dihentikan. Kali ini dan seterusnya, Mas Faiz akan berbagi ilmu seputar metode meraih kebahagiaan (happiness). Konsultasi lebih lanjut bisa dialamatkan ke redaksimadinah@yahoo.com atau faiz_zain@yahoo.com. isi curhat Anda akan menjadi ulasan dalam rubrik ini.
Our Deepest Pain & Highest Happiness Always Come from Home
Cara Mudah Menanggulangi Konflik dalam Pernikahan (bagian 1)
Judul teratas saya kutip dari buku tentang keluarga paling laris sepanjang sejarah, The 7 Habits of Highly Effective Family dari Stephen Covey. Dalam puluhan kali training, saya bertanya pada peserta, benarkah statemen bahwa kebahagiaan tertinggi dan penderitaan terdalam selalu datang dari rumah tangga? Kebanyakan setuju.
Maka kalau serius membahas kebahagiaan (happiness), "keluarga" adalah salah satu bidang yang harus kita kuasai. Dan tema keluarga, pernikahan, pengembangan kemanusiaan adalah bidang studi yang saya geluti jauh sebelum menemukan SEFT.
Beberapa waktu yang lalu saya melihat ceramah Dr. John Gottman, peneliti utama dalam tema hubungan perkawinan. Ini mengingatkan saya pada sosok Dr. Gottman yang istimewa. Ia telah melakukan penelitian selama tiga puluh tiga tahun pada lebih dari tiga ribu pasangan. Dia pula yang mendirikan Love Lab (TM) atau laboratorium cinta di University of Washington.
Laboratorium ini sebenarnya adalah resort di depan pantai yang sangat indah. Para pasangan (sebagian adalah pengantin baru) dipersilakan tinggal beberapa minggu dan menikmati hari-harinya di sana. Namun di situ terpasang 4 kamera CCTV atas sepengetahuan sejoli tersebut. Dan di balik dinding resort, para peneliti mengobservasi interaksi dan pola komunikasi mereka.
Hebatnya, berdasarkan observasi atas ribuan pasangan dalam kurun waktu puluhan tahun (beberapa sejoli bahkan diamati perkembangan hubungan perkawinan mereka selama dua puluh tahun terakhir), Dr. Gottman dan rekan-rekannya mampu memprediksi apakah pasangan tersebut akan hidup bahagia, atau bersama tapi menderita, atau akan bercerai (bahkan bisa diperkirakan akan bercerai pada tahun ke berapa), dengan tingkat ketepatan prediksi lebih dari 90%.
Dan inilah temuan-temuan menarik dari penelitian Dr. Gottman dan koleganya:
· Pasangan yang bertahan lama dan bahagia adalah sejoli yang total komentar positif terhadap pasangannya minimal lima kali dari jumlah komentar negatifnya (misalnya lima kali memuji: sekali mengkritik)
· Pasangan akan bercerai jika jumlah kritikan : pujian adalah 1: 0,8. Jadi kalau jumlah kritikan Anda terhadap pasangan perbandingannya ialah 5:4, bisa diprediksi dengan ketepatan 90%, Anda akan bercerai atau minimal tetap bersama tapi menderita seumur hidup perkawinan anda). Apalagi jika total kritiknya lebih banyak.
Ada empat hal yang paling mudah dijadikan sebagai bahan prediksi perceraian atau penderitaan dalam perkawinan;
a. Criticism: suka mengkritik dan menyalahkan pasangan (kamu ini.....negatif). Lawan dari suka mengkritik bukannya diam –karena silent conflict alias memendam kemarahan adalah penyebab utama perceraian. Pasangan yang bahagia, kalau sedang tidak suka atas tindakan pasangannya, tidak mengkritik, tetapi bicara seperti ini: saya merasa.... saya berharap.... jadi bukan kamu itu ya.... kamu ini memang.... Mereka fokus pada apa yang mereka rasakan dan harapkan. Bukan menyerang pasangannya dengan kritikan pedas.
b. Defensive: pasangan yang bercerai, kalau ada konflik cenderung defensif. Ada dua cara defensif, pertama dengan menyerang balik, (enak saja kalau ngomong, kamu kan juga begitu....). Kedua dengan mengasihani diri (ya sudah, memang aku ini tidak becus). Pasangan yang bahagia, saat sedang bertikai akan mengambil tanggung jawab (oh, rupanya selama ini perhatianku berkurang padamu, maafkan aku ya, besok kita jalan-jalan deh....)
c. Disrespect & Contentment: merasa lebih superior dibanding pasangan, karenanya tidak menghormati pasangannya. Awalnya cuma di hati, akhirnya muncul dalam ucapan ketika sedang bersinggungan (dasar pemalas, suami tidak bertanggung jawab, memang kamu ini istri nggak becus...).
d. Stonewalling: pasangan yang bercerai atau menderita biasanya bersikap acuh tak acuh pada pasangannya, tidak menggubris, dan menarik diri dalam hubungan. Pasangan yang bahagia selalu memelihara ketertarikan pada pasangannya. Nah dari empat prediktor utama perceraian, ketidakhirauan ini yang paling berbahaya.
Pasangan yang bahagia memiliki kekaguman tertentu pada pasangannya. Kalaupun pada pasangannya secara obyektif tidak ada yang layak dikagumi, ia tetap memiliki ilusi positif atas sang kekasih. Sejoli yang langgeng, pandai memelihara kekaguman, rasa respek, dan apresiasi (suka mengucapkan terimakasih dan pujian).
Lalu bagaiamana agar perkawinan bahagia? (bersambung)
Comments :
Posting Komentar
Saran, kritik dan komentar anda akan sangat membantu kami dalam mengembangkan web blog ini. Terimakasih