Oleh: Ahmad Faiz Zainuddin
(Pendiri Yayasan Al Madinah
dan Komisaris PT LoGOS Institute Jakarta)
Ketika saya bersama Cak Syarif (Ketua Yayasan) dan Mas Arif (Pembina) mendirikan Al Madinah, kami memancangkan satu program yang akan menjadi concern Yayasan melalui Grha Aitamnya yaitu Entrepreneurship for Kids (kewirausahaan untuk anak). Pendidikan kewirausahaan ini dimaksudkan untuk membentuk generasi muda yang produktif secara finansial, cerdas mengelola uang, pandai mengembangkan, dan mau berbagi kepada sesamanya. Pendek kata, jika seseorang sudah berpenghasilan, sanggup mengelola serta mengembangkan kekayaannya, dan mau berbagi, ia bisa menyadari bahwa kekayaan memberi manfaat bagi orang banyak.
Grha Aitam adalah lembaga pendidikan nonformal yang berpola boarding school atau asrama. Hal ini dipilih mengingat efektifitasnya dalam membimbing dan mengontrol anak secara penuh. Maka dengan kesempatan waktu yang relatif luas itu, Grha Aitam Al Madinah ingin memberdayakan potensi seseorang secara holistik (holistic person) yaitu spiritual, emosional, intelektual, fisik, finansial, sosial, dan estetika. Adapun titik tekannya adalah pemberdayaan financial dan spiritual.
Agar tidak bermental jorok dan kotor, anak harus diajarkan estetika. Dari sisi intelektual, ditanamkan rasa cinta belajar pada diri anak. Pemberdayaan sisi spiritual melalui program-program ibadat wajib dan ritual lain yang berlangsung pada hari atau minggu tertentu. (Target spiritual adalah membuat anak menemukan misi hidupnya dan mencintai Allah Swt. Maka sangat keliru anggapan sebagian orang bahwa syariat adalah tujuan. Padahal sebenarnya sekadar instrumen untuk mencapai itu). Pemberdayaan dimensi emosi berhubungan dengan penguatan daya juang anak. Karenanya anak-anak didik tidak akan dibolehkan bermalas-malasan. Jam tidur dan istirahat anak akan diatur secara tepat sesuai kondisi fisiknya. Karena secara prinsipil, menyayangi anak yatim bukan berarti memanjakannya.
Stephen Covey mengajukan empat prinsip peran yaitu modelling, menjalin relasi, menciptakan lingkungan yang tepat, dan mengajari. Mengacu urutan tersebut, maka Al Madinah akan menyiapkan guru atau pengasuh (murabbi) yang mampu menjadi suri teladan yang baik (modelling). Dalam konteks wirausaha, gurunya tidak perlu sudah berprofesi pengusaha, tetapi ia belajar untuk menjadi pengusaha. Selain itu untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan anak-anak didik (asuh), mereka harus mampu menjadi sahabat yang baik bagi si anak, sehingga terciptalah lingkungan yang nyaman untuk aktivitas belajar-mengajar maupun rutinitas harian lainnya.
Dalam kaitannya dengan Entrepeneurship for Kids, Grha Aitam Al Madinah akan menekankan dua dimensi –dari tujuh dimensi tersebut— untuk membentuk generasi LoGOS Millionaire (jutawan LoGOS), yaitu sisi spiritual dan finansial. Untuk memperkuat pemberdayaan sisi finansial, Al Madinah akan mencoba berkolaborasi dengan lembaga tertentu yang bisa menjadi partner belajar, baik di dalam maupun di luar negeri. Atau bisa juga semacam sister orphanic (panti asuhan rekanan).
Sejauh pengetahuan saya, ada beberapa lembaga yang khusus mengajarkan kewirausahaan untuk remaja dan anak. Intitusi tersebut juga sudah membuka cabang di berbagai negara. Direncanakan sebagian guru atau pengasuh di Grha Aitam akan diikutkan dalam pelatihan itu sebagai upaya awal menjalin kemitraan.
Di Amerika terdapat salah satu lembaga pendidikan yang mengajari kewirausahaan untuk anak. Pola dasarnya, anak-anak diajari berdagang dan mengelola uang. Hal itu penting ditekankan mengingat ada orang yang pintar berdagang tapi nggak bisa mengelola uang, sebaliknya ada orang yang bisa mengelola uang tetapi tidak bisa atau susah menghasilkan uang. Maka mengadopsi hal itu, Al Madinah juga menerapkan pola dasar yang sama. Dan lantaran berbasis spiritual ditambah dengan cara memanfaatkan uang untuk sesuatu yang baik dan mulia, serta diajari untuk berbagi kepada sesama. Itulah inti entrepreneurship versi Al Madinah
Sekadar bercerita, lembaga pendidikan di Amerika yang saya contohkan di atas, memiliki bank. Setiap anak yang potensial, diberi modal oleh yayasan untuk merintis dan mengembangkan usahanya. Namun ketika meminjamkan uang, Bank akan bertanya secara ketat tentang perencaanan penggunaan uang, tempo penyicilannya, hingga prosentase bagi hasilnya. Ketika bank sudah mengeluarkan uang, si peminjam atau anak didik tersebut akan dibimbing dalam hal produksi, marketing, dan manajemen keuangan.
Si peminjam akan diajari menciptakan produk yang unik dengan uang tersebut. Jika tidak mampu maka disuruh membeli produk orang lain yang menarik, dan menjualnya hingga memeroleh laba. Jika memungkinkan, metode tersebut bisa diadopsi oleh lembaga pendidikan di Indonesia, termasuk Al Madinah, dengan mendirikan “bank” atau semacam lembaga simpan pinjam. Ketika meminjamkan uang, bank mesti mengikat peminjam dengan share profit (bagi hasil). Dengan demikian siapa pun sadar bahwa format hutang adalah bagi hasil. Dan bank pun bisa berkembang.
Jika diterapkan untuk anak usia sekolah dasar (SD), karena anak SD belum sanggup berproduksi, maka diajarkan untuk menjual produk orang lain, permen misalnya. Dia kulakan sebungkus lalu dijual secara eceran kepada teman-temannya sehingga memeroleh untung. Untuk siswi putri diajari memasak kemudian menjual masakannya itu.
Namun semua praktik kewirausahaan tersebut, harus disesuaikan dengan porsi anak Secara substansial, sejak kecil anak-anak sudah diajarkan untuk tidak tabu terhadap uang tetapi juga jangan sampai mencintai uang, sehingga mau berbagi. Agar sistematis, maka tujuh dimensi holistic person harus diberdayakan.
Satu hal yang harus diperhatikan, tidak seorang pun mampu secara sempurna memberdayakan tujuh dimensi tersebut. Maka jika setelah proses pendidikan, terdapat anak yang tidak berminat menjadi pengusaha, berarti bukan dimensi finansialnya yang dikembangkan, tetapi intelektualnya atau mungkin lainnya.
Karena itulah, pola pembinaan awal di Al Madinah akan meraba dan memetakan potensi anak saat duduk di bangku SD. Setelah menginjak SMP anak akan mulai terlihat potensinya. Jika berbakat di bidang sepakbola maka akan disekolahkan pada sekolah sepakbola. Kalau ingin jadi kyai, dimasukkan ke pondok pesantren salaf, dan sebagainya.
Namun Grha Aitam Al Madinah akan concern di pendidikan kewirausahaan agar tidak kehilangan fokus. Perihal kekhawatiran sebagian kalangan bahwa metode pendidikan seperti ini melanggar UU Perlindungan Anak tentang larangan eksploitasi ekonomi, saya yakin, program Entrepeneurship for Kids tidak menerabas aturan tersebut. Pasalnya, berbentuk pendidikan yang memberdayakan dimensi intelektual dan emosi anak sehingga bisa meningkatkan prestasi belajarnya.
Satu hal yang menjadi penekanan, kelak setiap alumni Grha akan terikat semacam kontrak, “jika ia sukses harus membantu adik-adiknya di Grha Aitam.” Di titik itulah cita-cita Al Madinah menciptakan generasi LoGOS Millionaire, yaitu jutawan yang loving God (mencintai Tuhan), Blessing Others (mencintai sesama), dan Self Improvement (memperbaiki diri terus menerus) bisa terwujud. Semoga.
Comments :
Posting Komentar
Saran, kritik dan komentar anda akan sangat membantu kami dalam mengembangkan web blog ini. Terimakasih