Ummu Sulaim, Berteladan Total Demi Anas Bin Malik

Modal utama mendidik anak dan membentuk keluarga bahagia bukan hanya bertumpu pada kepemimpinan laki-lak. Posisi perempuan adalah tumpuan utama yang kedua yang tidak bisa diremehkan.

Contoh perempuan yang sukses dalam karir dan keluarga adalah Siti Khadijah. Siti Khadijah merupakan pribadi yang terjaga secara moralitas, namun sanggup beraktualisasi secara merdeka di tengah peminggiran kaum perempuan hingga titik nadir pada masa Jahiliyah. Ternyata, sosok semacam inilah yang kemudian menjadi pilihan utama Nabi Muhammad Saw sebagai pendamping seumur hidup. Bukti, bahwa Nabi Saw sangat menjunjung tinggi harkat dan martabat kaum hawa.

Sosok seperti itu dalam khazanah Islam lainnya adalah Ummu Sulaim. Ummu Sulaim terkenal sebagai sosok wanita muslimah yang brillian di zaman nabi, dan dijuluki dengan gelar Gumaisha’ (orang yang bermata putih) oleh masyarakat Arab. Ia juga menjadi perempuan kaum Anshar dari penduduk pribumi Madinah yang menerima dakwah Nabi ketika Hijrah dan menjadi penolong bagi kaum Muhajirin sebagai masyarakat pendatang.

Selain cerdas, ia juga penyabar dan pemberani. Ketiga sifat mulia ini pun ikut terserap dalam kepribadian anaknya dan sangat mewarnai perangai anaknya di kemudian hari. Kecerdasan biasanya akan melahirkan kecerdasan, kesabaran melahirkan kesabaran, dan keberanian akan pula melahirkan keberanian. Dan sikap itulah yang dimiliki oleh putra Ummu Sulaim, Anas bin Malik, seorang perawi hadis terkenal.

Di kala Anas masih bayi, Ummu Saulaim telah men-talqin/mengucapkan pada Anas-dengan kalimat tauhid “la ilaha illallah..Muhammadun Rosulullah” dan Anas-pun mengucapkannya. Ini merupakan tugas pertama orang tua terhadap anaknya. Karena ia tahu betul bahwa agama anaknya akan terbentuk dari ajaran yang ditanamkan secara baik oleh orang tuanya.



Kearifan Berbagi Sebagai Istri

Ummu Sulaim adalah sosok yang sangat memegangi prinsip dan teguh pendirian. Setelah suaminya, Malik bin Nadhar –yang merupakan ayah Anas— meninggal dunia, ia dipinang oleh Abu Thalhah yang pada waktu itu masih musyrik. Ia berani menolak pinangan tersebut. Tindakan yang sangat jarang dilakukan oleh seorang wanita ketika itu, sampai kemudian Abu Thalhah masuk islam.

Dari pernikahannya dengan Abu Thalhah, lahirlah anak mereka yang diberi nama Abu Umar. Kelahiran hingga wafatnya anak mereka —Abu Umar— menyimpan hikmah yang sangat menarik. Kisah ini menyiratkan kearifan yang dalam dari seorang Ummu Sulaim sebagai seorang ibu dan sekaligus istri.

Seperti pada hari-hari biasa, saat adzan isya’ berkumandang, Abu Thalhah berangkat ke masjid. Dalam perjalanan ke masjid, anaknya (Abu Umar) meninggal dunia. Dengan cepat Ummu Sulaim mendandani jenazah anaknya, kemudian membaringkannya di tempat tidur. Ia berpesan kepada Anas agar tidak memberi tahu Abu Thalhah tentang kematian anak kesayangannya itu. Kemudian ia pun menyiapkan hidangan makan malam untuk suaminya.

Sepulangnya dari masjid, seperti biasa Abu Thalhah menyantap makan malamnya kemudian menggauli istrinya. Di akhir malam, Ummu Sulaim berkata kepada suaminya, “Bagaimana menurutmu keluarga si fulan? Mereka dititipi sesuatu oleh orang lain tapi ketika diminta mereka tidak mau mengembalikannya, merasa keberatan atas barang titipan yang telah ada padanya itu.” Abu Thalhah menjawab:”Mereka itu telah berlaku tidak adil.”

Mendengar jawaban itu, ia lantas berkata kepada Abu Thalhah; “Ketahuilah, sesungguhnya puteramu adalah titipan dari Allah dan kini Allah telah mengambilnya kembali”. Akhirnya dengan caranya itu, Ummu Sulaim berhasil meredakan duka Abu Thalhah. Abu Thalhah kemudian menyahut dengan berkata, Inna Lillahi wa inna Ilaihi raji’un..segala puji bagi-Mu ya Allah.”

Kecerdikan, kesabaran, Sulaim berpengaruh besar atas diri sang anak, Anas bin Malik. Anas adalah sosok yang tekun dan cerdas. Perannya yang besar dalam menyampaikan kata-kata dan tindakan Rasulullah kepada generasi berikutnya menunjukkan itu.



Inspirasi Anak dengan Watak Rasulullah

Di masa hidup Ummu Sulaim, peperangan masih sering terjadi. Sebagai umat Islam, Gumaisha’ ingin agar anaknya kelak menjadi bagian penting dalam perjuangan Rasulullah dan Islam. Ia pun mengajarkan keberanian pada anak-anaknya. Untuk mendidik keberanian dan ketangguhan pribadi, Ummu Sulaim memberi anaknya dua metode. Pertama, dirinya sendiri sebagai inspirasi, dan kedua ia memasrahkannya kepada yang lebih ahli, yakni Rasulullah Saw.

Oleh karena itu, dalam hal mengajarkan keberanian, Ummu Sulaim tidak saja bertutur tentang keberanian kepada Anas, namun ia menanamkannya dengan keteladanan. Meski Sulaim adalah seorang wanita, namun ia tak segan menjadi ujung tombak dalam memerangi kemusyrikan. Diceritakan dari Anas bahwa suatu ketika, Abu Thalhah berpapasan dengan Ummu Sulaim ketika perang Hunain. Ia melihat bahwa di tangannya ada sebilah pisau, maka Abu Thalhah segera melapor kepada Rasulullah perihal Ummu Sulaim. Dan Ummu Sulaim pun menjelaskan bahwa pisau ini ia sengaja siapkan untuk memerangi orang musyrik.

Selain itu, ia pun mempercayakan pendidikan anaknya kepada Rasulullah. Menjelang usia delapan tahun, putranya, Anas diserahkan kepada Rasulullah sebagai hadiah yang siap untuk melaksanakan segala perintah Rasul. Ia berharap anak-anak tersebut menetaskan sifat-sifat sang Utusan. Hal ini kemudian terbukti, Anas menjadi salah seorang perawi hadits terbanyak.

Dalam sejarah, Anas tercatat salah satu dari tujuh sahabat nabi yang paling banyak meriwayatkan hadits Nabi Saw. Tak kurang dari 2286 hadis yang telah ia riwayatkan dari Rasulul. Dia adalah sahabat terakhir yang wafat di Basrah setelah berumur lebih dari seratus tahun. Selain itu Anas banyak menelurkan ulama-ulama hebat dalam sejarah. Sebut saja misalnya Hasan al Basri, Ibnu Sirin, As Sya’bi, Abu Qilabah, Makhul, Umar bin Abdul Aziz, Tsabit al Bunani, Ibnu Syihab az Zuhri, Qatadah as Sadusi dan masih banyak ulama besar lain yang merupakan muridnya.

Kepribadian seseorang memang sangat dipengaruhi tentang bagaimana seseorang dibentuk oleh pengalaman masa kecilnya. Masa kecil menjadi jejak kepribadian ketika mereka jadi dewasa. Daya rekam ingatan tersebut kemudian mengalami aktualisasi tindakan, yakni berupa kepribadian. Terutama, dari pola didik kedua orang tuanya.

Kisah selintas tentang Ummu Sulaim, semoga menjadi inspirasi dalam membentuk dan mendidik keluarga yang mawaddah wa rahmah.
(Disarikan oleh Suud Fuadi dari buku Ibunda Para Ulama karya Sufyan bin Fuad Baswedan

Comments :

0 komentar to “Ummu Sulaim, Berteladan Total Demi Anas Bin Malik”

Posting Komentar

Saran, kritik dan komentar anda akan sangat membantu kami dalam mengembangkan web blog ini. Terimakasih

 

koleksi

koleksi

Redaksi

Ketua Pengarah: M. Arif Junaidi. Penanggungjawab: Syarif Thayib (Ketua Yayasan Al Madinah).
­Redaktur Ahli: dr. Muhammad Thohir, Sp.Kj., Ahmad Faiz Zainuddin, S.Psi, Masuki M. Astro, Siti Raudlatul Jannah, S.Ag . Pemimpin Umum: Izzuddin Al Anshary. Pemimpin Redaksi: M. Syafiq Syeirozi. Redaktur Pelaksana: A. Suud Fuadi. Dewan Redaksi: Helmi Jauhari, A. Fathul Hudi. Distributor: Syafi’uddin. Kontributor Edisi ini: Aura Azzahra. Desain/Layout: Abd. Rokhman
Alamat Redaksi: Grha Aitam, Jl. Bratang Binangun IX/25-27 Surabaya. Telepon/Faksimile: (031) 5019424 / 5022212. ­E-Mail: redaksimadinah@yahoo.com. Web Blog: majalah-madinah.blogspot.com