SI KERUDUNG PANJANG DAN KERUDUNG PENDEK

Saat berkunjung disebuah acara, teman-teman lama saya berkumpul. Mereka membentuk kelompok-kelompok kecil dan asyik bercanda dengan sesama teman kelompoknya. Demikian pun saya dan tiga orang sahabat baikku. Salah satu dari mereka berkata kepada saya, ”Pssstt... si Alda, sekarang pake kerudung. Assalamu’alaikum!” ujarnya sambil mengatupkan kedua telapak tangannya dengan gerakan yang lucu.

Saya dan yang lain tertawa. Alda pun ikut. Bukannya apa-apa. Kami semua bersahabat sejak dulu. Saling bertoleransi. Saya ingat ketika dulu si Alda masih belum berkerudung, rambutnya cepak dipotong ala cowok, gayanyanya tomboy minta ampun. Suka naik motor bertiga padahal kita semua pake rok sekolah.

Sekarang ia telah tampil beda. Memiliki tiga orang anak, mengenakan jubah dan berjilbab panjang. Sedangkan Maya, yang menceletuk Alda tadi, dulunya juga nggak pakai kerudung. Kini berkerudung tetapi penampilannya tetap funky dan modis, tidak banyak berubah. Kerudungnya diputar-putar berlapis hingga pendek di ujung kainnya.

Iseng-iseng saya bertanya kepada keduanya, ”Kalian pakai kerudung apakah ada perubahan ketika akan berbuat hal negatif?”

”Ya ada lah Fie,” kata keduanya berbarengan. Lalu mereka tertawa lagi sambil berpandangan.

”Kok kayak anak kembar aja sih jawabnya serempak. Sebentar, sebentar, bergantian dong,” sela Alda.

”Ee, kalau menurutku, seandainya aku nggak berkerudung, mungkin aku masih centil, suka godain cowok-cowok ganteng yang berseliweran di depan mataku, barangkali aku banyak melakukan perbuatan tanpa berpikir lebih jauh. Tetapi sekarang, setiap aku mau berbuat negatif, hatiku langsung seperti ada yang berbisik, ’May, kamu sekarang berkerudung lo, hati hati, apa kata orang nanti. Kerudungan kok celometan (suka nyeletukin orang). Aku merasa kerudung ini lebih bisa menjaga diriku, walau bentuknya masih mini,” ujar Maya dengan lesung pipitnya yang tetap nongol walau bibirnya riuh berkicau bagai burung kenari.

”Kalau kamu Da...?” Pandangan kami semua tertuju pada Alda menunggu ceritanya.

”Ah, kalian ini, dulu aku menangis waktu pertama kali disuruh suamiku berjilbab panjang seperti ini. Aku paham sih ketika suami menunjukkan dalil-dalil yang menyatakan berhijab itu wajib hukumnya. Tetapi aku masih belum siap. Berhari-hari aku menangis. Jadi, awalnya aku mengenakan kerudung ini karena suamiku. Ya aku ingin menjadi istri yang dicintai suami”, ucap Alda dengan gaya kalem.

“Wah, salah kamu kalau menggunakan jilbab itu niatnya supaya dicintai suami Da,” komentar Lisa yang sejak awal diam saja mendengarkan kami bercengkrama. “Dan Maya, open aja nih, kerudungmu itu pendek sekali, cuma mengikuti mode yang sekarang lagi tren. Menurutku kok lebih baik kamu nggak usah berjilbab. Karena kerudung pendek begitu kan nggak syar’i,” lanjutnya.

Sejenak suasana jadi hening.

“Ehmm.. menurutku nggak ada yang salah kok,” ucapku memecah keheningan. “Kerudung pendek yang dikenakan Maya punya kemampuan untuk bisa mencegahnya dari perilaku negatif. Itu memberi makna bahwa Maya mengenakan kerudung itu karena Allah, ia menjaga diri dari perbuatan negatif. Karena saat berkerudung, ia merasa sedang menjalani syariat Allah dan menjaganya agar tidak menjadi celaan orang lain. Semua itu kan ada prosesnya, yang mengantarkan Maya suatu hari nanti akan sampai kepada ketakwaan yang lebih?

Sedangkan Alda, mengenakan kerudung panjang karena ingin dicintai suaminya. Bukankah begitu ia juga sedang menjalani perintah Tuhan karena menjalani perintah Tuhan yang lain yaitu taatlah pada suami yang menyuruh menjalankan syariat-Nya?

Demikianlah hadirin, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh,“ kataku mengakhiri penjelasan yang panjang kali lebar itu. Kulihat mimik-mimik serius yang memandangiku itu perlahan mencair seperti sedia kala, centil!

Serentak, teman-temanku menjitaki kepalaku. Lalu kami tertawa, larut dalam canda. Malam itu indah. Aku yakin Allah Maha Mengetahui. Allah Maha Pengampun. Kami tak pernah saling membenci. Walaupun berbeda pendapat, hati kami satu. Dan aku pun yakin, di antara perbedaan itu kami sependapat bahwa alasan apa pun yang mengawali seseorang menjalani syariat yang diperintahkan-Nya, akan membawa kebaikan dan mengantarkannya menuju kecintaan pada Allah Swt.

Comments :

0 komentar to “SI KERUDUNG PANJANG DAN KERUDUNG PENDEK”

Posting Komentar

Saran, kritik dan komentar anda akan sangat membantu kami dalam mengembangkan web blog ini. Terimakasih

 

koleksi

koleksi

Redaksi

Ketua Pengarah: M. Arif Junaidi. Penanggungjawab: Syarif Thayib (Ketua Yayasan Al Madinah).
­Redaktur Ahli: dr. Muhammad Thohir, Sp.Kj., Ahmad Faiz Zainuddin, S.Psi, Masuki M. Astro, Siti Raudlatul Jannah, S.Ag . Pemimpin Umum: Izzuddin Al Anshary. Pemimpin Redaksi: M. Syafiq Syeirozi. Redaktur Pelaksana: A. Suud Fuadi. Dewan Redaksi: Helmi Jauhari, A. Fathul Hudi. Distributor: Syafi’uddin. Kontributor Edisi ini: Aura Azzahra. Desain/Layout: Abd. Rokhman
Alamat Redaksi: Grha Aitam, Jl. Bratang Binangun IX/25-27 Surabaya. Telepon/Faksimile: (031) 5019424 / 5022212. ­E-Mail: redaksimadinah@yahoo.com. Web Blog: majalah-madinah.blogspot.com