Oleh: Ahmad Faiz Zainuddin
(Wakil Ketua Yayasan Al Madinah)
Seorang sahabat Nabi yang ibunya barusan meninggal, merasa sedih karena belum cukup berbakti pada sang bunda. Kegelisahan ini lantas di-curhatkan kepada Nabi Muhammad Saw. Rasul lantas berpesan pada sahabat ini agar menyedekahkan harta benda yang paling ia cintai atas nama sang ibu. Sang sahabat itu pun mewakafkan tanah favoritnya yang terletak di samping masjid untuk keperluan umum. Hingga kini tanah wakaf itu menjadi kompleks masjid Nabawi di Madinah. Insya Allah sahabat tersebut dan ibunya memeroleh pahala yang mengalir tanpa henti selama masjid Nabawi itu berdiri.
Subhanallah, ternyata cerita yang saya kutip dari salah seorang guru mengaji itu menginspirasi seorang pengusaha muda asal Pasuruan. Ia mewakafkan tanah favoritnya di tengah kota Surabaya, tepatnya komplek perumahan Batang Binangun Gang IX. Tepat pada 28 Mei 2006, ia mengucapkan akad wakaf di depan pengurus Yayasan Al Madinah. Tanah itu kini di atasnya menjulang bangunan tiga lantai bernama Grha Aitam (istana anak yatim) Al Madinah.
Saya, Cak Syarif (Ketua Yayasan), dan Mas Arif (Pembina) bertekad untuk mengerahkan segala kemampuan untuk mewujudkan panti asuhan model sebagai bentuk birru al walidain (berbakti kepada orang tua) sebagaimana niat pengusaha muda itu.
Alhamdulillah, sang Maha Kasih dan Sayang mengingatkan kami. Pembangunan Grha Aitam dengan surat IMB (izin mendirikan bangunan) Nomor: 188/2160-92/436.5.2/2008 yang hampir mencapai tahap akhir (finishing), dan telah menelan biaya lebih dari 2,75 Milyar Rupiah, sekarang harus dihentikan atas permintaan tetangga sebelah timur dan barat.
Kedua rumah tetangga mengalami kerusakan berat, bahkan untuk rumah sebelah barat mengalami kemiringan hingga 15 cm lebih. Menurut kajian tim independen dari Fakultas Teknik Sipil Universitas Kristen (UK) Petra Surabaya, kerusakan kedua rumah itu diakibatkan oleh kondisi tanah di bawah bangunan Grha Aitam yang mengalami penurunan. Dan fondasi rumah milik kedua tetangga ikut terseret.
Kesepakatan musyawarah mengalami kendala karena tetangga sebelah barat melaporkan Ketua Yayasan Al Madinah ke Polwiltabes Surabaya dengan No. Pol.: LP/K/1813/XII/2008/SPK, tanggal 17 Desember 2008 dalam perkara tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan dan atau menghancurkan atau merusak barang/ pengrusakan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam pasal 335 dan atau 406 KUHP JO pasal 46 UU RI No. 28 tahun 2002.
Atas inisiatif Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Surabaya, maka Yayasan Al Madinah dan para tetangga sepakat untuk menyerahkan penghitungan ganti rugi kepada tim independen dari UK Petra tersebut.
Sungguh di luar dugaan, pada 1 April 2009 tim independen merekomendasikan bahwa ganti rugi yang harus dibayar oleh Yayasan Al Madinah dari kerusakan rumah tetangga sebelah barat sebesar Rp. 444.729.000,- sedangkan kerusakan rumah sebelah timur Rp. 177.240.000,-
Padahal selain kedua rumah itu, Yayasan Al Madinah sedang mencicil kerugian yang sama dari rumah belakang (utara) sebesar seratus juta rupiah!
Saya jadi semakin prihatin ketika Ketua Yayasan mengirim e-mail dengan lampiran lengkap scan surat peringatan dari kedua tetangga agar mengosongkan Grha Aitam dari semua aktivitas dan barang (inventaris kantor lengkap, kitchen set, kulkas, meja-bangku tempat makan, tempat tidur, almari anak yatim, dan lain-lain) maksimal 20 Juni 2009. Kecuali jika tanggungan di atas bisa terlunasi sebelum tenggat waktu itu.
Bantuan dari 100% net income Training publik SEFT selama dua bulan terakhir ternyata belum cukup, sumbangan satu hektar kebun kayu jati dari PT. Harham Jaya Makmur baru bisa dipanen delapan tahun mendatang. Maka saya mencoba mengikuti ikhtiar Ibu Prita Mulyasari, walaupun mungkin tidak ada hubungannya, yaitu menampilkan materi Curhat Ketua Yayasan Al Madinah berikut foto bangunan dalam beberapa sudut yang belum rampung seratus persen di face book dan mailist.
Man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh akan menuai hasil. Satu persatu pegiat internet memberikan doa, dukungan, bahkan bantuan dana. Pada hari ketiga setelah catatan curhat ditampilkan di face book, terkumpul donasi Rp. 12.750.500,- via transfer dari simpatisan. Bahkan ada yang memprovokasi agar masing-masing alumni training SEFT bersedekah seratus ribu rupiah. Asumsinya, jika alumni yang peduli mencapai sepuluh ribu, maka sudah terkumpul satu milyar! Lebih dari cukup untuk membayar ganti rugi dan menuntaskan pembangunan Graha Aitam.
Saya sangat terharu membaca respon para face booker. Mereka termotivasi dengan kiprah sosial Yayasan Al Madinah, seperti memberikan training SEFT gratis untuk guru dan ustadz pesantren se-Jawa Timur (sejak Desember 2005), mensponsori bakti sosial bencana gempa bumi Yogjakarta (Juni 2006), mengirim majalah bulanan Al Madinah; pemberdayaan keluarga dan anak (yatim), secara gratis kepada panti asuhan se-Jawa Timur dan Dinas Sosial Kota/Kabupaten Se-Jatim (sejak Februari 2009), dan memberi bantuan beasiswa kepada 402 anak yatim (sejak Februari 2007) –Untuk sementara, terhitung sejak April 2009, program beasiswa dihentikan, karena dana kas Yayasan difokuskan untuk membayar ganti rugi tetangga, kecuali beberapa anak yatim saja yang telah ‘dipilih’ donatur.
Pilihan sulit memang. Anak-anak yatim hampir pasti merasa sedih menerima kenyataan ini. Lima puluh ribu rupiah yang mereka terima rutin setiap bulan, sekarang kembali menjadi harapan, hanya impian. Semua dilakukan Yayasan Al Madinah demi tujuan yang lebih besar, memperbaiki pola pemberdayaan anak yatim di panti asuhan maupun pesantren melalui Grha Aitam.
Kami mencita-citakan sebuah istana megah dengan fasilitas memadai dan kurikulum pengajaran yang tepat untuk proses pemberdayaan anak yatim. Anak akan digembleng dengan pendalaman bahasa Arab dan Inggris, keterampilan berwirausaha, penguasaan fasilitas multimedia (komputer dan internet), dan pendalaman materi keagamaan melalui Madrasah Diniyah. Semuanya bukan untuk memanjakan mereka tetapi untuk memompa mentalitas dan mengantarkan anak-anak pada zamannya kelak.
Namun menghadapi situasi seperti ini, cita ideal itu seolah menjauh dari kenyataan Kendati demikian, saya sangat optimis, harapan itu akan menjadi kenyataan, melihat loyalitas dan tanggungjawab pada pengurus Yayasan untuk terus menggerakkan Al Madinah. Setahu saya, Ketua Yayasan menunda target selesai program doktoralnya, full timer Yayasan tidak mau mengambil jatah gaji bulanannya selama enam bulan lebih, bahkan pengelola majalah rela hanya mendapat uang makan dan transportasi dari Yayasan, sampai urusan bayar ganti rugi itu selesai.
Saya yakin, Allah tidak memberikan ujian dan cobaan di luar batas kemampuan kita. Dan kami terus termotivasi hadis Nabi, siapapun yang peduli anak yatim, kelak di surga berdampingan dengan Rasulullah Saw sedekat dua jari telunjuk dan tengah (HR. Muslim).
(Wakil Ketua Yayasan Al Madinah)
Seorang sahabat Nabi yang ibunya barusan meninggal, merasa sedih karena belum cukup berbakti pada sang bunda. Kegelisahan ini lantas di-curhatkan kepada Nabi Muhammad Saw. Rasul lantas berpesan pada sahabat ini agar menyedekahkan harta benda yang paling ia cintai atas nama sang ibu. Sang sahabat itu pun mewakafkan tanah favoritnya yang terletak di samping masjid untuk keperluan umum. Hingga kini tanah wakaf itu menjadi kompleks masjid Nabawi di Madinah. Insya Allah sahabat tersebut dan ibunya memeroleh pahala yang mengalir tanpa henti selama masjid Nabawi itu berdiri.
Subhanallah, ternyata cerita yang saya kutip dari salah seorang guru mengaji itu menginspirasi seorang pengusaha muda asal Pasuruan. Ia mewakafkan tanah favoritnya di tengah kota Surabaya, tepatnya komplek perumahan Batang Binangun Gang IX. Tepat pada 28 Mei 2006, ia mengucapkan akad wakaf di depan pengurus Yayasan Al Madinah. Tanah itu kini di atasnya menjulang bangunan tiga lantai bernama Grha Aitam (istana anak yatim) Al Madinah.
Saya, Cak Syarif (Ketua Yayasan), dan Mas Arif (Pembina) bertekad untuk mengerahkan segala kemampuan untuk mewujudkan panti asuhan model sebagai bentuk birru al walidain (berbakti kepada orang tua) sebagaimana niat pengusaha muda itu.
Alhamdulillah, sang Maha Kasih dan Sayang mengingatkan kami. Pembangunan Grha Aitam dengan surat IMB (izin mendirikan bangunan) Nomor: 188/2160-92/436.5.2/2008 yang hampir mencapai tahap akhir (finishing), dan telah menelan biaya lebih dari 2,75 Milyar Rupiah, sekarang harus dihentikan atas permintaan tetangga sebelah timur dan barat.
Kedua rumah tetangga mengalami kerusakan berat, bahkan untuk rumah sebelah barat mengalami kemiringan hingga 15 cm lebih. Menurut kajian tim independen dari Fakultas Teknik Sipil Universitas Kristen (UK) Petra Surabaya, kerusakan kedua rumah itu diakibatkan oleh kondisi tanah di bawah bangunan Grha Aitam yang mengalami penurunan. Dan fondasi rumah milik kedua tetangga ikut terseret.
Kesepakatan musyawarah mengalami kendala karena tetangga sebelah barat melaporkan Ketua Yayasan Al Madinah ke Polwiltabes Surabaya dengan No. Pol.: LP/K/1813/XII/2008/SPK, tanggal 17 Desember 2008 dalam perkara tindak pidana perbuatan tidak menyenangkan dan atau menghancurkan atau merusak barang/ pengrusakan bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam pasal 335 dan atau 406 KUHP JO pasal 46 UU RI No. 28 tahun 2002.
Atas inisiatif Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Surabaya, maka Yayasan Al Madinah dan para tetangga sepakat untuk menyerahkan penghitungan ganti rugi kepada tim independen dari UK Petra tersebut.
Sungguh di luar dugaan, pada 1 April 2009 tim independen merekomendasikan bahwa ganti rugi yang harus dibayar oleh Yayasan Al Madinah dari kerusakan rumah tetangga sebelah barat sebesar Rp. 444.729.000,- sedangkan kerusakan rumah sebelah timur Rp. 177.240.000,-
Padahal selain kedua rumah itu, Yayasan Al Madinah sedang mencicil kerugian yang sama dari rumah belakang (utara) sebesar seratus juta rupiah!
Saya jadi semakin prihatin ketika Ketua Yayasan mengirim e-mail dengan lampiran lengkap scan surat peringatan dari kedua tetangga agar mengosongkan Grha Aitam dari semua aktivitas dan barang (inventaris kantor lengkap, kitchen set, kulkas, meja-bangku tempat makan, tempat tidur, almari anak yatim, dan lain-lain) maksimal 20 Juni 2009. Kecuali jika tanggungan di atas bisa terlunasi sebelum tenggat waktu itu.
Bantuan dari 100% net income Training publik SEFT selama dua bulan terakhir ternyata belum cukup, sumbangan satu hektar kebun kayu jati dari PT. Harham Jaya Makmur baru bisa dipanen delapan tahun mendatang. Maka saya mencoba mengikuti ikhtiar Ibu Prita Mulyasari, walaupun mungkin tidak ada hubungannya, yaitu menampilkan materi Curhat Ketua Yayasan Al Madinah berikut foto bangunan dalam beberapa sudut yang belum rampung seratus persen di face book dan mailist.
Man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh akan menuai hasil. Satu persatu pegiat internet memberikan doa, dukungan, bahkan bantuan dana. Pada hari ketiga setelah catatan curhat ditampilkan di face book, terkumpul donasi Rp. 12.750.500,- via transfer dari simpatisan. Bahkan ada yang memprovokasi agar masing-masing alumni training SEFT bersedekah seratus ribu rupiah. Asumsinya, jika alumni yang peduli mencapai sepuluh ribu, maka sudah terkumpul satu milyar! Lebih dari cukup untuk membayar ganti rugi dan menuntaskan pembangunan Graha Aitam.
Saya sangat terharu membaca respon para face booker. Mereka termotivasi dengan kiprah sosial Yayasan Al Madinah, seperti memberikan training SEFT gratis untuk guru dan ustadz pesantren se-Jawa Timur (sejak Desember 2005), mensponsori bakti sosial bencana gempa bumi Yogjakarta (Juni 2006), mengirim majalah bulanan Al Madinah; pemberdayaan keluarga dan anak (yatim), secara gratis kepada panti asuhan se-Jawa Timur dan Dinas Sosial Kota/Kabupaten Se-Jatim (sejak Februari 2009), dan memberi bantuan beasiswa kepada 402 anak yatim (sejak Februari 2007) –Untuk sementara, terhitung sejak April 2009, program beasiswa dihentikan, karena dana kas Yayasan difokuskan untuk membayar ganti rugi tetangga, kecuali beberapa anak yatim saja yang telah ‘dipilih’ donatur.
Pilihan sulit memang. Anak-anak yatim hampir pasti merasa sedih menerima kenyataan ini. Lima puluh ribu rupiah yang mereka terima rutin setiap bulan, sekarang kembali menjadi harapan, hanya impian. Semua dilakukan Yayasan Al Madinah demi tujuan yang lebih besar, memperbaiki pola pemberdayaan anak yatim di panti asuhan maupun pesantren melalui Grha Aitam.
Kami mencita-citakan sebuah istana megah dengan fasilitas memadai dan kurikulum pengajaran yang tepat untuk proses pemberdayaan anak yatim. Anak akan digembleng dengan pendalaman bahasa Arab dan Inggris, keterampilan berwirausaha, penguasaan fasilitas multimedia (komputer dan internet), dan pendalaman materi keagamaan melalui Madrasah Diniyah. Semuanya bukan untuk memanjakan mereka tetapi untuk memompa mentalitas dan mengantarkan anak-anak pada zamannya kelak.
Namun menghadapi situasi seperti ini, cita ideal itu seolah menjauh dari kenyataan Kendati demikian, saya sangat optimis, harapan itu akan menjadi kenyataan, melihat loyalitas dan tanggungjawab pada pengurus Yayasan untuk terus menggerakkan Al Madinah. Setahu saya, Ketua Yayasan menunda target selesai program doktoralnya, full timer Yayasan tidak mau mengambil jatah gaji bulanannya selama enam bulan lebih, bahkan pengelola majalah rela hanya mendapat uang makan dan transportasi dari Yayasan, sampai urusan bayar ganti rugi itu selesai.
Saya yakin, Allah tidak memberikan ujian dan cobaan di luar batas kemampuan kita. Dan kami terus termotivasi hadis Nabi, siapapun yang peduli anak yatim, kelak di surga berdampingan dengan Rasulullah Saw sedekat dua jari telunjuk dan tengah (HR. Muslim).
Comments :
Posting Komentar
Saran, kritik dan komentar anda akan sangat membantu kami dalam mengembangkan web blog ini. Terimakasih