Memandirikan Yatim dengan Multilvel Sedekah

Oleh: Ahmad Faiz Zainuddin
(Wakil Ketua Yayasan Al Madinah dan Founder SEFT)

”Untuk mengatasi kemiskinan di Indonesia, kita tidak perlu mengemis hutang kepada IMF atau memerlukan bantuan dari asing. Jika 10 % orang terkaya di Indonesia rela memberikan 20 % penghasilannya (bukan harta atau asetnya) maka tidak ada lagi orang miskin di Indonesia pada tahun itu.” (H.S. Dillon, Kompas, Selasa, 17 Oktober 2006)


Dalam sebuah sesi Training Spiritual Emotional Freedom Technique (SEFT), seorang peserta yang berprofesi sebagai perawat bercerita kepada saya perihal kejadian unik yang pernah ia hadapi. Suatu saat ia menangani pemuda yang kondisinya kritis akibat kecelakaan. Lukanya sangat berat, hingga denyut jantungnya terus melemah. Uniknya sang ibu dari pasien tersebut tetap tenang dan malah terlihat menelepon seseorang. Namun isi pembicaraanya menarik, ia terdengar menyuruh seseorang untuk segera menyedekahkan sebagian kekayaannya ke panti asuhan. Anehnya, demikian si perawat tadi bercerita, tiba-tiba tarikan nafas anaknya (korban kecelakaan itu) menjadi stabil.

Kisah ajaib seputar faedah sedekah diceritakan pula oleh seorang kawan di salah satu mailing list yang saya ikuti. Ia memiliki teman yang mengidap penyakit aneh. Ketika opname di rumah sakit, suhu badannya meninggi dan perutnya mengeras. Setelah diperiksa, dokter bilang, kemungkinan dirinya harus segera dioperasi, tetapi terlebih dahulu harus menunggu hasil foto rontgen. Namun ia sudah dibawa ke ruang operasi, lampu pun sudah dinyalakan.

Saat itu dia hanya pasrah kepada Allah. Namun khawatir terjadi apa-apa dengan dirinya, si pesakitan menelepon teman yang berkisah di malist, dengan terbta-bata ia bicara, “Mas, saya bersedekah sekian juta rupiah untuk anak-anak yatim yang Anda asuh. Mohon doanya.” Ajaib, beberapa saat kemudian seorang dokter masuk. Sembari mencopot sarung tangannya, ia mengatakan bahwa berdasarkan hasil foto rontgen, tim dokter menyimpulkan bahwa tidak ada penyakit kronis dalam tubuhnya. Apa yang dia rasakan hanyalah gejala biasa dan akan segera pulih.

Dua cerita di atas membuktikan sabda Muhammad Saw, “Obatilah orang-orang yang sakit dengan shodaqoh dan bentengilah harta-harta kalian dengan zakat, dan persiapkan untuk menolak bala bencana dengan doa (H.R Baihaqi).

Stephen G. Post dan Jill Neimark menulis buku berjudul Why Good Things Happen To Good People (Mengapa Hal-hal Baik Terjadi Pada Orang-orang yang Baik). Berdasarkan riset yang mereka lakukan selama sepuluh tahun, Post dan Neimark memperoleh kesimpulan bahwa orang-orang yang gemar membantu orang lain secara rutin, apa pun wujudnya, terutama sedekah, merasa bahagia sepanjang hayat, terutama jika dilakukan sejak muda. Hal itu sangat berpengaruh signifikan atas kebahagiaan hati dan kesehatan fisik si penolong/penderma. Kematian tertunda, depresi berkurang, dan kekayaannya meningkat.

Hal itu diperoleh dari pengamatan Post dan Neimark terhadap orang-orang yang bersedekah sejak SMA. Kondisi fisik maupun psikis mereka nyaris selalu berada dalam kondisi yang bagus sepanjang hidup mereka. Buku itu menujukkan pula, orang tua yang suka bersedekah, hidup lebih panjang dibanding mereka yang tidak. Tidak berhenti di situ, para pengidap penyakit penyakit kronis, seperti HIV AIDS dan Jantung yang mau bersedekah, usianya lebih lama daripada pesakitan yang sama namun tidak berderma.

Selain laporan penelitian yang ditulis oleh Stephen G. Post dan Jill Neimark, ada sekitar 500 riset lain yang berbicara tentang pengaruh berbuat baik, yang paling kongkrit adalah sedekah. Sedekah dapat dilakukan dengan berbagai model, seperti bantuan tenaga, uang, dan doa, karena ketiganya terbukti memiliki efek yang powerfull. Dalam konteks masyarakat kita, sedekah paling nyata adalah dengan harta benda.


Berderma untuk Anak Yatim

Mengutip HS. Dillon, jika setiap orang kaya mendampingi tiga orang miskin hingga mandiri, pasti tidak akan ada lagi kemiskinan di Indonesia. Idealnya, sedekah bukan hanya secara karitatif memberikan uang kepada si fakir, tetapi berwujud pemberdayaan hingga mereka mandiri dan sukses. Kemudian setelah si miskin (dahulu) bisa mandiri dan hidup sejahtera, mereka harus membalasnya dengan cara mendampingi tiga orang miskin lain. Inilah salah satu strategi paling efektif untuk mengatasi kemiskinan.

Demikian un dalam pemberdayaan anak yatim. Setelah mereka mampu berdikari dan hidup cukup, mereka wajib mendampingi anak yatim lain hingga meraih keberhasilan. Tahukan Anda mengapa di luar negeri banyak lembaga pendidikan yang berkembang sangat cepat?

Harvard dan Standford adalah lembaga pendidikan berbasis agama yang didirikan bersamaan dengan pesantren-pesantren di Indonesia. Tetapi kini perkembangannya jauh lebih pesat dibandingkan pesantren. Dua universitas tersebut ternyata memberlakukan aturan bahwa setiap lulusan harus membantu almamaternya. Di Indonesia pesantren-pesantren dan panti-panti asuhan cenderung menurun, pasalnya tidak ada ikatan apa pun selain sekadar pertalian emosional.

Harvard dan Stanford mematok biaya kuliah sangat tinggi, namun tidak sedikit mahasiswa yang dihutangi oleh pihak universitas. Namun setelah mereka lulus dan bekerja, uang gajinya akan dipotong untuk melunasi hutangnya. Pembayaran hutang dari alumni ini dimanfaatkan lagi untuk membantu mahasiswa lain yang sedang menempuh pendidikan di situ, bukan untuk memperkaya lembaga.

Mencontoh hal tersebut, konsep inilah yang akan diadopsi Al Madinah selama membina anak yatim. Al Madinah hendak memberdayakan dan mengantarkan anak-anak yatim hingga garis kemandirian dan kesuksesan. Namun akan mewajibkan mereka membalasnya dengan cara menyumbang kembali kepada yayasan. Sumbangan itulah yang akan digunakan untuk biaya pendidikan dan pengasuhan anak-anak yatim lain yang sedang diasuh Al Madinah. Inilah multilevel sedekah

Gerakan Satu Rumah Rumah Yatim

Rasulullah Muhammad Saw pernah bersabda, keluarga yang didalamnya terdapat anak yatim dijamin akan bersama Nabi di akhirat kelak, selain itu juga aman dari bala bencana, dan rezekinya bertambah. Tentunya di rumah tersebut anak yatim yang disantuni bukan ditelantarkan.

Untuk menyantuni anak yatim, ada beberapa langkah bisa ditempuh. Alangkah mulianya jika si kaya berkenan menanggung sepenuhnya kehidupan si yatim, mulai dari pendidikan hingga biaya hidupnya, bahkan mengasuhnya sehari-hari. Namun hal itu tentu membutuhkan konsep dan ruangan lebih luas di lingkup rumahnya. Karena itulah minimal beasiswa pendidikannya sangat berarti bagi si yatim. Adapun pengasuhannya, serahkan kepada walinya atau penanggungjawab panti asuhan jika si anak tinggal di situ.

Kendati diperlakukan secara mulia, anak yatim tidak boleh dimanjakan. Pola pendidikan dan kedisiplinan yang diterapkan harus setara dengan anak-anak lain. Yang paling utama dan segera, anak yatim harus dididik untuk bisa mandiri. Secara finansial, mereka harus diarahkan menjadi pengusaha, di sisi lain juga harus mumpuni secara intelektual agar memiliki posisi tawar yang baik di era modern. Secara emosional, mental anak harus dikuatkan sehingga memiliki daya juang, diimbangi pula dengan pemberdayaan spiritual. Konsep pemberdayaan secara holistik ini akan lebih mudah dilakukan jika anak-anak yatim berada dalam pantauan kita terus-menerus. Baikl itu di dalam rumah keluarga ataupun dalam panti.

Comments :

0 komentar to “Memandirikan Yatim dengan Multilvel Sedekah”

Posting Komentar

Saran, kritik dan komentar anda akan sangat membantu kami dalam mengembangkan web blog ini. Terimakasih

 

koleksi

koleksi

Redaksi

Ketua Pengarah: M. Arif Junaidi. Penanggungjawab: Syarif Thayib (Ketua Yayasan Al Madinah).
­Redaktur Ahli: dr. Muhammad Thohir, Sp.Kj., Ahmad Faiz Zainuddin, S.Psi, Masuki M. Astro, Siti Raudlatul Jannah, S.Ag . Pemimpin Umum: Izzuddin Al Anshary. Pemimpin Redaksi: M. Syafiq Syeirozi. Redaktur Pelaksana: A. Suud Fuadi. Dewan Redaksi: Helmi Jauhari, A. Fathul Hudi. Distributor: Syafi’uddin. Kontributor Edisi ini: Aura Azzahra. Desain/Layout: Abd. Rokhman
Alamat Redaksi: Grha Aitam, Jl. Bratang Binangun IX/25-27 Surabaya. Telepon/Faksimile: (031) 5019424 / 5022212. ­E-Mail: redaksimadinah@yahoo.com. Web Blog: majalah-madinah.blogspot.com