Anak Adalah Amanat Tuhan!

Judul di atas sengaja diadaptasi dari bunyi huruf (b) bagian pertimbangan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak “Bahwa anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.” Barangkali semua orang sering membaca teks tersebut. Atau berulangkali mendengarkan ceramah bijak yang menegaskan anak sebagai titipan Allah, “Karena itu hindarkanlah anak-anakmu dari siksa neraka kelak.”
Namun redaksi merasa perlu untuk mengingatkan kembali kepada seluruh orang tua perihal itu. Ada beberapa dalil yang bisa diajukan sebagai landasan pemilihan judul tersebut. Menurut Seto Mulyadi, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA), pada tahun 2006 jumlah kasus pelanggaran hak anak yang terpantau mencapai 13.447.921 kasus. Sementara pada 2007 jumlahnya meningkat meningkat menjadi 40.398.625 kasus. (Kompas, 20 Juli 2008).
Pada tahun 2008 pelanggaran hak anak di Indonesia yang dilaporkan ke Komnas PA sejumlah 26.901.627 kasus yang terdiri dari kekerasan fisik, psikis, seksual, termasuk kasus memperkerjakan anak di bawah umur. Jumlah itu mengalami penurunan secara kuantitatif dibandingkan tahun 2007. Namun, secara kualitatif, menurut Kak Seto demikian ketua Komnas PA itu akrab disapa, mengalami peningkatan ditilik dari modus dan cara yang semakin beragam bahkan mengakibatkan kematian. Selain itu adanya intensitas peningkatan kekerasan di dunia pendidikan. Baik yang dilakukan tenaga pendidik terhadap muridnya, hingga kekerasan senior terhadap yuniornya (news.okezone.com, Minggu, 28 Desember 2008)

Kompas edisi 11/08/2009 melansir pernyataan Seto Mulyadi bahwa sebagian besar kekerasan terhadap anak justru dilakukan oleh ibu kandungnya. Data Komnas PA menunjukkan, pada tahun 2008 kekerasan fisik terhadap anak yang dilakukan oleh ibu kandungnya mencapai 19 kasus. Sementara kekerasan yang dilakukan oleh ayah kandung sebanyak 12 kasus. Oleh Ibu tiri dan ayah tiri ditemukan 2 kasus.

Fakta memilukan lain dipaparkan oleh Arist Merdeka Sirait, Sekretaris Jenderal Komnas PA. Ia menuturkan, lembaga-lembaga perlindungan anak di daerah yang berafiliasi dengan Komnas PA melaporkan bahwa selama periode Januari-Juni 2008, ditemukan 12.726 anak menjadi korban kekerasan seksual dari orang terdekat mereka seperti orang tua kandung/tiri/angkat, guru, paman, kakek dan tetangga.

Fakta di atas sungguh ironis. Orang tua merupakan pengayom utama bagi anak. Namun orang tua pula yang paling rentan melakukan kekerasan terhadap buah cintanya itu. Karena orang tua merasa telah bersusah payah melahirkan, dan berjuang segenap tenaga untuk merawatnya, terkadang ia merasa berhak melakukan apa pun terhadap anaknya tanpa mau mengerti kondisi psikis maupun fisik anak. Ada banyak kisah tragis terkait kekerasan orang tua terhadap anak diawali oleh persoalan sepele.

Kekerasan tentu bukan hanya kekerasan fisik namun juga psikis seperti caci maki yang dialamatkan kepada si kecil, kerap membanding-bandingkan anak dengan kawan sebayanya yang lebih berprestasi hingga menyebabkan mentalnya down. Namun sejauh ini kasus kekerasan terhadap anak yang mengemuka adalah bersifat fisik. Dan orang tua terkadang susah membedakan antara pendidikan dengan kekerasan. Dikira, semakin dikerasi, si kecil akan menjadi takut dan mengurangi kenakalannya. Padahal faktanya, kekerasan itu membekas sepanjang masanya.


Siapakah Anak?

Terkadang orang dewasa lupa bahwa anak memiliki takaran hak Asasi Manusia (HAM) yang tidak sama dengan dirinya. Katakanlah, jika orang dewasa berhak atas kehidupan yang sejahtera di sebuah negara, menempuh pendidikan setinggi-tingginya di mana pun ia mau, maka ia secara pribadi harus mengusahakan itu seoptimal mungkin dengan pelbagai cara.

Di sisi lain, anak juga punya hak yang sama yaitu terpenuhinya gizi, memperoleh pendidikan dasar, pelayanan kesehatan, waktu bermain, dan sebagainya. Namun orang tua, pengasuh anak, dan pemerintah lah yang berkewajiban mengusahakan semua itu.

Maka jika para penanggungjawab tersebut lepas tangan, dan membiarkan anak bertarung sendiri untuk memenuhi hak-haknya tersebut, di situlah eksploitasi anak terjadi. Dewi Retno Suminar, dosen psikologi perkembangan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, menyatakan, secara fisik maupun psikis, anak itu lemah. Dan eksploitasi rentan dilakukan pada orang yang berposisi itu. “Nah karena secara natural lemah, anak bisa digunakan sebagai alat,” tutur Dewi saat ditemui Al Madinah pada 24/03/2009.

Pengajar di John Robert Powers Institute Surabaya itu menyontohkan Ponari, dukun kecil sensasional. Dalam hematnya, jika siswa kelas III SDN Barongsari, Megaluh, Jomban itu bukan anak, maka para pasien tidak begitu saja rela berdesak-desakan di sekitar rumahnya. “Ya karena Ponari itu anak maka tingkat kepercayaan orang-orang terhadapnya sangat tinggi. Ia dianggap masih murni, tidak berbohong, apalagi merekayasa,” jelas Dewi.

Siapa saja yang dikategorikan sebagai anak? Konvensi Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) tentang hak anak –yang telah diratifikasi oleh pemerintah RI— menyebut anak sebagai seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Artinya, selama individu masih berada di bawah usia tersebut atau masih berupa janin ia harus memeroleh perlindungan khusus.

Kendati demikian, dalam pengamatan Dewi standar tersebut adalah patokan yuridis belaka. Secara kultural, di Indonesia, seseorang disebut anak hingga berusia 21 tahun. Pasalnya, semua kebutuhan masih dicukupi secara penuh oleh orang tuanya. “Namun mainstrem teori psikologi menyebut seseorang sebagai dewasa dan bisa dilepas oleh orang tuanya ketika menginjak usia delapan belas tahun lebih,” tandas alumni Magister Psikologi UGM itu.

Terlepas dari realitas sosial yang ada, secara yuridis, jika orang tua ataupun wali pengasuhnya tidak bisa memenuhi hak-hak anak, tidak berusaha mencari dukungan pihak lain untuk membantu, dan malah membiarkan anak terlantar, bahkan menyuruh si anak untuk memenuhi hajat dasarnya secara mandiri, berarti orang tersebut bisa dijerat pasal pidana.


Anak adalah Anak

Selain kekerasan, perlakuan eksploitatif orang tua terhadap anak yang sering terjadi adalah neglect (penelantaran). Dalam pandangan Dewi Suminar, ketika orang tua tidak memberikan cukup waktu untuk bersenda gurau bersama anak-anaknya, “Maka di situ sudah ada penelantaran. Padahal momen itu untuk mencurahkan kasih sayangnya,” tegas perempuan asli Madiun. Kasus neglect yang beberapa kali ditayangkan media massa adalah gizi buruk.

Sementara itu Prof. Dr. Muhari, Guru Besar ilmu pendidikan Universitas Negeri Surabaya (Unesa), menyebut pola ekploitasi lain yang kerap terjadi namun tidak disadari oleh banyak orang yaitu harapan berlebih (over expectation) orang tua terhadap anak. Pemberian jam belajar yang sangat padat kepada anak tanpa memertimbangkan kondisi fisik dan psikisnya, dalam hemat Muhari, bisa dikategorikan sebagai eksploitasi. “Apakah anak mendapatkan kesempatan bermain dan tercukupi waktu istirahatnya sebagaimana kebutuhan alamiahnya? Jika anak merasa terpaksa menjalankan semua kewajiban, itu namanya eksploitasi,” cetus lelaki kelahiran Bantul Yogyakarta itu.

Anak adalah sosok berkemampuan fisik dan psikis yang khusus. Mereka juga memiliki dunianya sendiri. Dan tugas orang dewasa di dekatnya adalah memahaminya.

(Syafiq)

Comments :

0 komentar to “Anak Adalah Amanat Tuhan!”

Posting Komentar

Saran, kritik dan komentar anda akan sangat membantu kami dalam mengembangkan web blog ini. Terimakasih

 

koleksi

koleksi

Redaksi

Ketua Pengarah: M. Arif Junaidi. Penanggungjawab: Syarif Thayib (Ketua Yayasan Al Madinah).
­Redaktur Ahli: dr. Muhammad Thohir, Sp.Kj., Ahmad Faiz Zainuddin, S.Psi, Masuki M. Astro, Siti Raudlatul Jannah, S.Ag . Pemimpin Umum: Izzuddin Al Anshary. Pemimpin Redaksi: M. Syafiq Syeirozi. Redaktur Pelaksana: A. Suud Fuadi. Dewan Redaksi: Helmi Jauhari, A. Fathul Hudi. Distributor: Syafi’uddin. Kontributor Edisi ini: Aura Azzahra. Desain/Layout: Abd. Rokhman
Alamat Redaksi: Grha Aitam, Jl. Bratang Binangun IX/25-27 Surabaya. Telepon/Faksimile: (031) 5019424 / 5022212. ­E-Mail: redaksimadinah@yahoo.com. Web Blog: majalah-madinah.blogspot.com